Saturday, July 10, 2010

KEPUTIHAN

Dr. Suparyanto, M.Kes


KEPUTIHAN

Pengertian keputihan
  • Keputihan adalah semacam Silim yang keluar terlalu banyak, warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan. Jika Silim atau lendir ini tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan.(Handayani, 2008)
  • Keputihan adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang di keluarkan dari alat–alat genital yang tidak berupa darah (Sarwono, 2005)
  • Keputihan di definisikan sebagai cairan dari kelamin perempuan (vagina ) yang berlebihan selain air kencing atau darah. Sifatnya bisa normal atau tidak normal (Indriatmi, 2007)
  • Keputihan adalah semua pengeluaran cairan alat genetalia yang bukan darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan (Manuaba, 2005)
  • Keputihan adalah gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah. Keputihan yang berbahaya adalah keputihan yang tidak normal (Blankast, 2008)

Keputihan pada Ibu Hamil
  • Keputihan adalah cairan yang keluar dari vagina yang berwarna putih yang biasanya keluar menjelang haid atau pada masa kehamilan. Keputihan biasanya terjadi menjelang ovulasi, badan lelah atau akibat rangsangan seksual (Purwantyastuti, 2004)

  • Keputihan muncul dikarenakan adanya peningkatan hormonal selama kehamilan. Dalam hal ini vagina akan mengeluarkan cairan berwarna putih seperti susu, encer dan tidak berbau. Cairan akan bertambah banyak seiring dengan bertambahnya usia kehamilan anda. Hal ini merupakan hal yang wajar, untuk itu kebersihan dan kelembaban disekitar area vagina harus tetap terjaga, juga pakailah pakaian dalam yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat. Namun jika keputihan disertai gatal-gatal dan berbau segera periksa ke dokter anda. Karena dengan kondisi ini kemungkinan terjadi adanya infeksi, jika tidak segera mendapatkan pengobatan dapat menyebabkan perlunakan dalam leher rahim dan akan timbul kontraksi sebelum waktunya. (Kusumawati, 2008)

  • Seorang wanita lebih rentan mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta terjadi pula perubahan pada kondisi pencernaan. Semua ini berpengaruh terhadap peningkatan risiko terjadinya keputihan, khususnya yang disebabkan oleh infeksi jamur. Selama belum terjadi persalinan dan selaput ketuban masih utuh, dimana janin masih terlindungi oleh selaput ketuban dan air ketuban yang steril, umumnya tidak ada efek langsung infeksi vagina yang menyebabkan terjadinya keputihan pada janin. ( Ocvyanti, 2008)

Klasifikasi keputihan
  • Ada dua jenis keputihan yaitu :
  1. Keputihan tidak normal (patologis)
  2. Keputihan normal (fisiologis)
  • Perbedaan keputihan fisiologis dan yang patologis. Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang– kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedang pada keputihan patologis terdapat banyak leukosit. (Sarwono, 2005)

Gejala keputihan
  • Keputihan normal mempunyai ciri – ciri :
  1. Cairan yang keluar encer
  2. Berwarna bening atau krem
  3. Tidak berbau
  4. Tidak gatal
  5. Jumlahnya sedikit

  • Disebut keputihan tidak normal jika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Cairan yang keluar bersifat kental
  2. Berwarna putih susu, kuning atau hijau
  3. Terasa gatal
  4. Berbau tidak sedap
  5. Menyisakan bercak pada pakaian dalam
  6. Jumlahnya banyak

Faktor Penyebab keputihan


Infeksi vagina oleh jamur (candida albicans) atau parasit (tricomonas)
  • Jenis infeksi yang terjadi pada vagina yakni, bacterial vaginosis, trikomonas, dan kandidiasis. Bakterial vaginosis merupakan gangguan vagina yang sering terjadi ditandai dengan keputihan dan bau tak sedap. Hal ini di sebabkan oleh lactobacillus menurun, bakteri patogen (penyebab infeksi) meningkat, dan pH vagina meningkat.

Faktor hygiene yang jelek
  • Kebersihan daerah vagina yang jelek dapat menyebabkan timbulnya keputihan. Hal ini terjadi karena kelembaban vagina yang meningkat sehingga bakteri patogen penyebab infeksi mudah menyebar.

Pemakaian obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid, dan pil KB) dalam waktu lama.
  • Karena pemakaian obat- obatan khususnya antibiotik yang terlalu lama dapat menimbulkan sistem imunitas dalam tubuh. Sedangkan penggunaan KB mempengaruhi keseimbangan hormonal wanita. Biasanya pada wanita yang mengkonsumsi antibiotik timbul keputihan.

Stres
  • Otak mempengaruhi kerja semua organ tubuh, jadi jika reseptor otak mengalami stress maka hormonal di dalam tubuh mengalami perubahan keseimbangan dan dapat menyebabkan timbulnya keputihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwantyastuti (2004) yang mengatakan bahwa wanita bisa mengalami gangguan siklus menstruasi / keputihan yang disebabkan oleh stres.
  • Penyebab lain keputihan adalah alergi akibat benda-benda yang dimasukkan secara sengaja atau tidak sengaja ke dalam vagina, seperti tampon, obat atau alat kontrasepsi, rambut kemaluan, benang yang berasal dari selimut, celana dan lainnya. Bisa juga karena luka seperti tusukan, benturan, tekanan atau iritasi yang berlangsung lama. Karena keputihan, seorang ibu bahkan bisa kehilangan bayinya. (Suryana, 2009)

Akibat keputihan pada kehamilan
  • Keputihan akibat infeksi yang terjadi pada masa kehamilan akan meningkatkan risiko persalinan prematur dan janinnya juga berisiko mengalami infeksi.(Atiwicaksono, 2008)
  • Namun jika keputihan disertai gatal-gatal dan berbau segera periksa ke dokter anda. Karena dengan kondisi ini kemungkinan terjadi adanya infeksi, jika tidak segera mendapatkan pengobatan dapat menyebabkan perlunakan dalam leher rahim dan akan timbul kontraksi sebelum waktunya. (Kusumawati, 2008)

  • Misalnya, pada infeksi chlamydia dapat terjadi keguguran hingga persalinan sebelum waktunya (persalinan prematur). Infeksi virus herpes simpleks dapat menyebabkan radang pada otak bayi (ensefalitis). Infeksi jamur candida sp dapat meningkatkan risiko terjadinya ayan (epilepsi). Infeksi virusHPV dapat menyebabkan terjadinya papiloma laring pada bayi yang menyebabkan gangguan pernapasan dan gangguan pencernaan bayi hingga kematian. Infeksi bakteri Neisserea gonorrhoeae dapat menyebabkan infeksi pada mata bayi hingga terjadi kebutaan. (Dwiana, 2008)

Cara mengatasi keputihan

a. Tanpa Obat
  • Menjaga agar daerah genetalia senantiasa bersih serta memperhatikan sabun yang di gunakan sebaiknya sabun yang tidak berparfum
  • Hindari mandi dengan berendam
  • Menggunakan celana dalam dari bahan katun, tidak menggunakan celana dalam yang ketat.
  • Menghindari beraktivitas yang terlalu lelah, panas dan keringat yang berlebih.
  • Liburan untuk mengurangi stres karena stres merupakan suatu faktor timbulnya keputihan.

b. Dengan obat
  • Konsultasi dengan dokter karena dokter akan memberikan obat-obatan sesuai dengan jenis keputihan yang dialami.
  • Keputihan sangat tidak mengenakan, terlebih bagi wanita hamil. 
  • Untuk keputihan normal tidak perlu dilakukan terapi khusus. Yang penting, bagaimana membersihkan organ intim secara benar dan teratur. Umumnya, cukup dengan sabun khusus vagina dan air bersih serta menjaga agar pakaian dalam tetap kering dan bersih. 
  • Sedangkan keputihan yang tidak normal harus segera mendapatkan pengobatan media. 
  • Keputihan yang terjadi selama kehamilan, misalnya disebabkan oleh infeksi jamur Candida sp, pengobatan yang paling aman adalah dengan menggunakan obat lokal berbahan krim atau sejenis kapsul yang dimasukkan ke dalam vagina. 
  • Keputihan yang dialami wanita hamil akibat infeksi bakteri diberikan obat dalam bentuk kapsul atau tablet yang aman dikonsumsi. Pada infeksi niceriagonorrhoeae, ada obat dalam bentuk kapsul yang dapat diminum. Sebaiknya, segera periksakan kandungan jika terjadi keputihan. 
  • Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat khusus untuk mendapatkan gambaran alat kelamin secara lebih baik, seperti melakukan kolpokopi yang berupa optik untuk memperbesar gambaran leher rahim, liang senggama, dan bibir kemaluan. 
  • Selain pengobatan medis, biasanya orang akan menggunakan daun sirih untuk mengurangi keputihan. Caranya, dengan meminum air daun sirih yang telah direbus terlebih dahulu. Cara ini cukup aman bagi ibu hamil dan bayinya. (Suryana, 2009)
  • Dan yang terpenting bila suatu keputihan yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa (antibiotika dan anti jamur) harus dipikirkan keputihan tersebut disebabkan oleh suatu penyakit keganasan seperti kanker leher rahim. Ini biasanya ditandai dengan cairan banyak, bau busuk, sering disertai darah tak segar. (Blankast, 2008 )

DAFTAR PUSTAKA

  1. Blankast, Ariev. (2008). Mengatasi Keputihan dengan Herbal, http://gealgeol.com/2008/08/27/agar-keputihan-tak-berulang.html. di akses 20 Mei 2009
  2. Caprnito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
  3. Handayani, Tri Asih. (2008). Memberantas dan mengobati keputihan, http://sangwanita.blogspot.com. Di akses 16 Mei 2009
  4. Kartono, (2006). Perilaku Manusia. PT Refika Aditama. Bandung
  5. Kusumawati, (2008). Kehamilan dan persalinan. TUGU PUBLISER.Yogyakarta.
  6. Majalah Kesehatan Keluarga edisi desember 2007
  7. Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media Aesculapius.
  8. Manuaba, Ida bagus Gde, (2005). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.
  9. Morgan. 2002. Kecemasan Pada Ibu Hamil. Http// .www.Info-online.com.diakses pada tanggal 15 juli 2009.
  10. Narbuko,Kholid. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta. Bumi Aksara
  11. Notoatmodjo,Soekidjo Dr Prof. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. PT Rineka Cipta.
  12. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instumen Penelitian Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
  13. Ocvyanti, Dwiana. (2009). Dunia Bunda www. Dunia bunda.com. di akses15 Mei 2009
  14. Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu Kandungan, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
  15. Prawirohardjo,Sarwono. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
  16. Purwantiastuti, (2004). Penyakit terapi dan obatnya. Intisari Mediatama.
  17. Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
  18. Solihah. 2006. Kecemasan Selama Persalinan. Jakarta : ISBN
  19. Sugiyono. 2007. Statistik Untuk Kesehatan. Bandung : ALFABETA.
  20. Suryana, Hadi. (2009). Keputihan_dapat_sebabkan_keguguran, Http ://lifestyle. Okezone. Come / read/2009/01/20/27/184444/27. di akses 23 Mei 2009

    Friday, July 9, 2010

    KONSEP LANJUT USIA (LANSIA)

    Dr. Suparyanto, M.Kes

    KONSEP LANJUT USIA (LANSIA)

    Definisi Lansia
    • Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).

    • Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

    • Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).
    • Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).

    • Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

    Batasan Lansia
    • Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
    1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
    2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
    3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
    4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas

    Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)
    • Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:
    1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
    2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
    3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
    4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia

    Tipe-tipe Lansia
    • Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:
    1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
    2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai kegiatan.
    3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, jabatan, teman.
    4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
    5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, pasif, dan kaget.

    Teori-teori Proses Penuaan
    (1). Teori Biologi
    • Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)
    • Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang terprogramoleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

    Teori radikal bebas
    • Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

    Teori autoimun
    • Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang telah menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi untuk membentuk antibody yang menghancurkan sel tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh tidak mampu melawan organisme pathogen yang masuk kedalam tubuh.Teori meyakini menua terjadi berhubungan dengan peningkatan produk autoantibodi.

    Teori stress
    • Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.

    Teori telomer
    • Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap pembelaan akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya saat memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat telomer itu memendek dan akhirnya tidak mampu membelah lagi.

    Teori apoptosis
    • Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini diperlukan pada perkembangan persarapan dan juga diperlukan untuk merusak sistem program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini lingkumgan yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres dan hormon tubuh yang berkurang konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai organ tubuh.

    (2). Teori Kejiwaan Sosial
    • Aktifitas atau kegiatan (Activity theory)
    • Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut bnyak kegiatan social.

    Keperibadian lanjut (Continuity theory)
    • Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality yang dimilikinya.

    Teori pembebasan (Disengagement theory)
    • Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.

    (3). Teori Lingkungan
    • Exposure theory: Paparan sinar matahari dapat mengakibatkat percepatan proses penuaan.
    • Radiasi theory: Radiasi sinar y, sinar xdan ultrafiolet dari alat-alat medis memudahkan sel mengalami denaturasi protein dan mutasi DNA.
    • Polution theory: Udara, air dan tanah yang tercemar polusi mengandung subtansi kimia, yang mempengaruhi kondisi epigenetik yang dpat mempercepat proses penuaan.
    • Stress theory: Stres fisik maupun psikis meningkatkan kadar kortisol dalam darah. Kondisi stres yang terus menerus dapat mempercepat proses penuaan.

    Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
    • Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:

    (1)Perubahan Fisik

    Sel
    • Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.

    Sistem Persyarafan
    • Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.

    Sistem Penglihatan.
    • Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.

    Sistem Pendengaran.
    • Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

    Sistem Cardiovaskuler.
    • Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.

    Sistem pengaturan temperatur tubuh
    • Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

    Sistem Respirasi.
    • Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.

    Sistem Gastrointestinal.
    • Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

    Sistem Genitourinaria.
    • Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.

    Sistem Endokrin.
    • Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.

    Sistem Kulit.
    • Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.

    System Muskuloskeletal.
    • Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

    Perubahan Mental
    • Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
    1. Perubahan fisik.
    2. Kesehatan umum.
    3. Tingkat pendidikan.
    4. Hereditas.
    5. Lingkungan.
    6. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
    7. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
    8. Kenangan lama tidak berubah.
    9. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari factor waktu.

      Perubahan Psikososial
      • Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic dan depresif.
      • Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
      • Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi
      • Sadar akan datangnya kematian.
      • Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
      • Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
      • Penyakit kronis.
      • Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
      • Gangguan syaraf panca indra.
      • Gizi
      • Kehilangan teman dan keluarga.
      • Berkurangnya kekuatan fisik.

      Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis.
      (1). Perubahan biologis meliputi :
      • Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap.
      • Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
      • Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.
      • Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir .
      • Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.
      • Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.
      • Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
      • Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan dehidrasi.

      (2). Kemunduran psikologis
      • Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.

      (3). Kemunduran sosiologi
      • Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.

      Perawatan Lansia
      • Perawatan pada lansia dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu:

      Pendekatan Psikis.
      • Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan sebagai support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.

      Pendekatan Sosial.
      • Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi, menonton televise, perawat harus mengadakan kontak sesama mereka, menanamkan rasa persaudaraan.

      Pendekatan Spiritual.
      • Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia dalam keadaan sakit.

      DAFTAR PUSTAKA

      1. Almatsier, S.2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC
      2. Arikunto, S.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.
      3. Arikunto,S.2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Yogyakarta:Rineka Cipta.
      4. Azwar, A.2006. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Depkes: Jawa Timur
      5. Darmawan. 2008.Lansia Sebaiknya Jangan Kelebihan atau Kekurangan gizi.www. Keluarga Berencana & Kependudukan.com tanggal 5 januari 2009 jam 14.00.
      6. Darmojo, dkk.2006. Geriatri Ilmu Usia Lanjut.FKUI:Jakarta
      7. Alimul, AH..2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba medika : Jakarta
      8. Hermana.2006. Trik Menjaga Stamina di Usia Lanjut. http://www.infosehat.go.id, diperoleh tanggal 3 januari 2009 jam 15.17
      9. Hernawati, I. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga,Kesehatan.Depkes:Jakarta
      10. Hudak ; Gallo. 1998. Ilmu Keperawatan Kritis. Vol 1. Jakarta: EGC
      11. Hutapea, Ronald. 2005. Sehat dan Ceria Diusia Senja. PT Rhineka Cipta: Jakarta
      12. Maryam, S dkk, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya .Salemba Medika:Jakarta
      13. Nasrul, E.1998.Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2.Jakarta:EGC
      14. Notoadmodjo, S.2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
      15. Nugroho, W.2000.Keperawatan Gerontik & Geriatric. Edisi 3. EGC. Jakarta
      16. Nugroho, W. 2008.Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta
      17. Nursalam.2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
      18. Pedoman Skripsi Tesis & Instrument Penelitian Keperawatan. Salemba Medika.Jakarta
      19. Nursalam.2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
      20. Pedoman Skripsi Tesis & Instrument Penelitian Keperawatan. Salemba Medika.Jakarta
      21. Nursalam, & Siti, Pariani.2001. Pendekatan Riset Keperawatan. Salemba. Jakarta.
      22. Reviana, C.2003. Status Gizi dan Pola Penyakit pada LanjutUsia.www.titin@litbang.depkes.go.id tanggal 5 januari 2009 jam 15.00
      23. Sastroasmoro, & Ismael, S.1995. Dasar-Dasar Metodologi Peneliian Klinik. EGC. Jakarta.
      24. Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta
      25. Imam, S Dkk.2005.Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang
      26. Sugiono.2006.Statistik Untuk Penelitian. Bandung :Alfabeta
      27. Supariasa, I Dewa Nyoman.2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
      28. Tjokronegroho, Arjatmo dan Hendra, Utama .1995.Kecerdasan pada Usia Lanjut dan demensia . FKUI: Jakarta
      29. Yuniar, Rosmalina.2001. Gizi lansia, http://www.digilib.ui.com, diperoleh tanggal l5 januari 2009 jam 15.00
      30. Zakiah, Handayani.2007. Motivasi Keluarga, Pemenuhan Gizi, Lanjut Usia.wwwt.top gdlnode-gdl-res.com diperoleh tanggal 3 januari 2009 jam 15. 19


        KONSEP STATUS GIZI

        Dr. Suparyanto, M.Kes

        KONSEP STATUS GIZI

        Pengertian Status Gizi
        • Status adalah tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh suatu keadaan (Wikipedia, 2008).
        • Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2001).
        • Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk tertentu (Supariasa, 2001).
        • Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2001).

        Penilaian Status Gizi
        • Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (FKM UI, 2008)

        PENILAIAN STATUS GIZI SECARA LANGSUNG

        (1). Antropometri

        Pengertian
        • Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

        Penggunaan
        • Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2001).
        • Antropometri adalah pengukuran yang paling sering digunakan sebagai metode penilaian status gizi secara langsung untuk menilai dua masalah utama gizi, yaitu : (1) kurang energi protein (KEP), khususnya pada anak-anak dan ibu hamil, (2) obesitas pada semua kelompok umur (FKM UI, 2008).

        Ada beberapa pengukuran antropometri utama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

        Tabel Pengukuran antropometri yang utama




        • Salah satu cara pengukuran status gizi dengan antropometri adalah IMT (indeks massa tubuh) yang merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa (18 tahun keatas). Khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :


        Tabel Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia



        (2). Klinis

        Pengertian
        • Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissue) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

        Penggunaan
        • Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

        (3). Biokimia

        Pengertian
        • Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain, darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

        Penggunaan
        • Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

        (4). Biofisika

        Pengertian
        • Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

        Penggunaan
        • Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi.

        PENILAIAN STATUS GIZI SECARA TIDAK LANGSUNG

        (1). Survei konsumsi makanan

        Pengertian
        • Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

        Penggunaan
        • Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

        (2). Statistik vital

        Pengertian
        • Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa satistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

        Penggunaan
        • Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

        (3). Faktor ekologi

        Pengertian
        • Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.

        Penggunaan
        • Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa, 2001).

        KLASIFIKASI STATUS GIZI

        Menurut Sediaoetama (2001), keadaan kesehatan gizi sesuai dengan tingkat konsumsi dibagi menjadi tiga yaitu:
        1. Gizi lebih (overnutritional state),
        2. Gizi baik (eunutritional state) dan
        3. Gizi kurang (undernutrition).

        Gizi lebih (overnutritional state)
        • Adalah tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi berlebih. Ternyata kondisi ini mempunyai tingkat kesehatan yang lebih rendah, meskipun berat badan lebih tinggi dibandingkan berat badan ideal. Dalam keadaan demikian, timbul penyakit-penyakit tertentu yang sering dijumpai pada orang kegemukan seperti ; penyakit kardiovaskuler yang menyerang jantung dan system pembuluh darah, hipertensi, diabetes mellitus dan lainnya.

        Gizi baik (eunutritional state)
        • Tingkat kesehatan gizi terbaik ialah kesehatan gizi optimum (eunutritional state). Dalam kondisi ini jaringan penuh oleh semua zat tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya. Tubuh juga mempunyai daya tahan yang setinggi-tingginya.

        Gizi kurang (undernutrition)
        • Adalah tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi defisien. Terjadi gejala-gejala penyakit defisiensi gizi. Berat badan akan lebih rendah dari berat badan ideal dan penyediaan zat-zat gizi bagi jaringan tidak mencukupi, sehingga akan menghambat fungsi jaringan tersebut.

        FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI

        Pola konsumsi dan asupan makanan
        • Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kalau susunan hidangannya memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya (Sediaoetama, 2001).

        Status kesehatan
        • Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah penyakit infeksi yang dapat mengganggu metabolisme dan fungsi imunitas. Penyakit infeksi dapat menyebabkan perubahan status gizi kurang yang selanjutnya bermanifestasi ke status gizi buruk (Sediaoetama, 2001).

        Pengetahuan
        • Semakin banyak pengetahuan gizinya semakin diperhitungkan jenis dan kwantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Awam yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang paling menarik pancaindera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 2001)

        Status ekonomi
        • Dinegara Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian rendah adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi (Hendra Arif W, 2008).

        Pemeliharaan kesehatan
        • Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga dan sebagainya termasuk juga perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) yang merupakan respon untuk melakukan pencegahan penyakit (Hendra Arif W, 2008).

        Lingkungan
        • Status gizi kurang bila diperburuk oleh kesehatan lingkungan rumah tangga yang kurang memadai, dapat meningkatkan angka kesakitan akibat infeksi (Sediaoetama, 2001).

        Budaya
        • Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah (Almatsier, 2001).

        DAFTAR PUSTAKA
        1. Ali, M dan Asrori. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Bumi Aksara
        2. Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
        3. Aziz, S. 2007. Gizi Remaja Menuju Reporoduksi Sehat. Http://www.indomp3z.us/ showthread.php?t=70183. Diakses pada tanggal 19 Mei 2009 : 20.00 WIB
        4. Bardosono, S. 2006. Gizi Sehat untuk Perempuan. Jakarta : FKUI
        5. Departemen FKM UI. 2008. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
        6. Hendra, Arif W. 2008. Konsep Status Gizi. Http://ajangberkarya.wordpress. com/2008/05/20/konsep-status-gizi/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2009 : 19.30 WIB
        7. Karyadi, E. 2007. Menangkal Rasa Sakit Menjelang Haid. Http://www.Indomedia. com. Diakses pada tanggal 29 April 2009 : 16.00 WIB
        8. Mason, P. 2007. Diet and Premenstrual Syndrome. Http://www.healthy.net/index. asp. Diakses pada tanggal 29 Apil 2009 : 17.00 WIB
        9. Maulana, R. 2008. Hubungan Karakteristik Wanita Usia Reproduktif dengan Premenstrual Syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekologi BPK RSUD. Dr Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2008. Http://razimaulana.files.wordpress. com/2008/12/pms.doc. Diakses pada tanggal 19 Mei 2009 : 10.00 WIB
        10. Monks, F.J, dkk. 2006. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
        11. Naylor, C. Scott. 2004. Obstetri Ginekologi. Jakarta : EGC
        12. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
        13. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
        14. ___________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
        15. Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
        16. Potter, P,dkk. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
        17. Paath, Erna Francin. 2004. Gizi dalam Daur Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
        18. Rayburn, W. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika
        19. Sediaoetama, AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta : Dian Rakyat
        20. Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara
        21. Supariasa, I.D.N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
        22. Taufiq. 2009. Sindrom Pramenstruasi. Http://praktekku.blogspot.com/2009/05/ sindrom-pramenstruasi. Diakses pada tanggal 29 Mei 2009 : 17.00 WIB
        23. Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
        24. Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

        KONSEP PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS)

        Dr. Suparyanto, M.Kes

        KONSEP PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS)

        (1). Pengertian
        • Premenstrual syndrome (PMS) merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti (Wiknjosastro, 2005).
        • Premenstrual syndrome (PMS) adalah keluhan-keluhan yang dirasakan seperti ; rasa cemas, depresi, suasana hati yang tidak stabil, kelelahan, pertambahan berat badan, pembengkakan, sakit pada payudara, kejang dan nyeri punggung yang dapat timbul sekitar 7-10 hari sebelum datangnya haid dan memuncak pada saat haid timbul (Bardosono, 2006).
        • Premenstrual syndrome adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum haid dan menghilang setelah haid keluar (Paath, 2004).
        • Premenstrual syndrome (PMS) merujuk pada kumpulan gejala fisik, psikologis, dan perilaku yang terjadi selama akhir fase luteal dalam siklus menstruasi dan berakhir dengan awitan menstruasi (Varney, 2006).
        • Sindrom premenstruasi (SPM) adalah sekelompok gejala yang terjadi dalam fase luteal dari siklus haid. Gejala-gejala itu menyembuh dengan datangnya haid atau dalam 2-3 hari setelah haid mulai (Rayburn, 2001).

        (2). Penyebab
        • Terdapat banyak teori tentang etiologi dari PMS, dan tidak ada teori atau patofisiologi yang dapat diterima secara universal. Kenaikan estrogen dikemukakan sebagai penyebab (Rayburn, 2001).

        • Etiologi premenstrual syndrome (PMS) belum jelas, akan tetapi mungkin satu faktor yang memegang peranan ialah ketidakseimbangan antara estrogen dan progesterone dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema (Wiknjosastro, 2005).

        • Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Maulana, 2008).

        • Keluhan premenstrual syndrome (PMS) belum ditemukan penyebabnya secara pasti namun ada yang mengaitkan dengan zat gizi tertentu seperti gangguan metabolisme asam lemak esensial ataupun kekurangan vitamin B6 dan mineral kalsium (Bardosono, 2006).

        (3). Gejala Premenstrual syndrome (PMS)
        • Keluhan-keluhan terdiri atas gangguan emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada mammae, dan sebagainya, sedang pada kasus-kasus yang berat terdapat depresi, rasa ketakutan, gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala fisik tersebut diatas (Wiknjosastro, 2005). Dikatakan PMS jika ditemukan 8 gejala yang sering muncul atau terjadi (Maulana, 2008).

        • Rayburn (2001), mengklasifikasikan gejala-gejala premenstrual syndrome (PMS) berdasarkan gangguan pada fungsi fisik dan emosional. Klasifikasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

        Tabel Gejala-gejala premenstrual syndrome (PMS)





        (4). Faktor Yang Mempengaruhi Premenstrual Syndrome (PMS)

        Diet
        • Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu dan makanan olahan dapat memperberat gejala PMS (Rayburn, 2001).

        Defisiensi zat gizi makro dan mikro
        • Defisiensi zat gizi makro (energi, protein) dan zat gizi mikro, seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat (Karyadi, 2007).

        Status perkawinan
        • Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang tidak menikah (Burman & Margolin dalam Haijiang Wang, 2005).
        • Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874 wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami PMS (3,7%) dari pada mereka yang tidak menikah (12,6%) (Deuster, 1999 dalam Maulana, 2008).

        Usia
        • PMS semakin mengganggu dengan semakin bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun. Faktor resiko yang paling berhubungan dengan PMS adalah faktor peningkatan umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan PMS adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun (Cornforth, 2000 dalam Maulana). Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gejala yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007 dalam Maulana, 2008).

        Stres (faktor stres memperberat gangguan PMS)
        • Stres dapat berasal dari internal maupun eksternal dalam diri wanita . Stres merupakan predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting dalam tingkat kehebatan gejala premenstrual syndrome (PMS) (Mulyono dkk, 2001 dalam Maulana, 2008).

        Kebiasaan merokok dan minum alkohol dapat memperberat gejala PMS.

        Kurang berolah raga dan aktivitas fisik juga dapat memperberat gejala PMS.

        (5). Penanganan Premenstrual Syndrome (PMS)

        Menurut Rayburn (2001), terapi PMS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
        1. Terapi simtomatik untuk menghilangkan gejala-gejala antara lain dengan diuretika untuk mengobati kembung, anti depresan dan anti ansietas untuk menghilangkan cemas dan depresi, bromokriptin untuk menghilangkan bengkak dan nyeri pada payudara dan anti prostaglandin untuk mengatasi nyeri payudara, nyeri sendi dan nyeri muskuloskeletal.
        2. Terapi spesifik dibuat untuk mengobati etiologi yang diperkirakan sebagai penyebab dari PMS antara lain dengan progesteron alamiah untuk mengatasi defisiensi progesteron dan pemberian vitamin B6.
        3. Terapi ablasi yang bertujuan untuk mengatasi PMS dengan cara menghentikan haid.


        (6). Pencegahan dan penanganan premenstrual syndrome (PMS) antara lain:

        Edukasi dan konseling
        • Tatalaksana pertama kali adalah meyakinkan seorang wanita bahwa wanita lainnya pun ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi. Pencatatan secara teratur siklus menstruasi setiap bulannya dapat memberikan gambaran seorang wanita mengenai waktu terjadinya premenstrual syndrome. Sangat berguna bagi seorang wanita dengan premenstrual syndrome untuk mengenali gejala yang akan terjadi sehingga dapat mengantisipasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan emosi sedag terjadi.

        Modifikasi gaya hidup
        Komunikasi
        • Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan masalahnya dengan orang terdekatnya, baik pasangan, teman, maupun keluarga. Terkadang konfrontasi atau pertengkaran dapat dihindari apabila pasangan maupun teman mengerti dan mengenali penyebab dari kondisi tidak stabil wanita tersebut.

        Diet (pola konsumsi)
        • Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi) juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur). Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita premenstrual syndrome (PMS).

        Olahraga /latihan fisik
        • Olahraga berupa lari dikatakan dapat menurunkan keluhan premenstrual syndrome. Berolahraga dapat menurunkan stress dengan cara memiliki waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk rasa marah atau kecemasan yang terjadi. Beberapa wanita mengatakan bahwa berolah raga ketika mereka mengalami premenstrual syndrome dapat membantu relaksasi dan tidur di malam hari.

        Obat-obatan
        • Apabila gejala premenstrual syndrome begitu hebatnya sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, umumnya modifikasi hidup jarang berhasil dan perlu dibantu dengan obat-obatan.

        • Asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak) namun tidak semua. Asam mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang sensitif dengan aspirin atau memiliki risiko ulkus peptikum.

        • Kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia, namun tidak berpengaruh terhadap ketidakstabilan mood. Pada wanita yang sedang mengkonsumsi pil KB namun mengalami gejala premenstrual syndrome sebaiknya pil KB tersebut dihentikan sampai gejala berkurang.

        • Obat penenang seperti alparazolam atau triazolam, dapat digunakan pada wanita yang merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun kesulitan tidur.

        • Obat anti depresi hanya digunakan bagi mereka yang memiliki gejala premenstrual syndrome yang parah.

        DAFTAR PUSTAKA
        1. Ali, M dan Asrori. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Bumi Aksara
        2. Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
        3. Aziz, S. 2007. Gizi Remaja Menuju Reporoduksi Sehat. Http://www.indomp3z.us/ showthread.php?t=70183. Diakses pada tanggal 19 Mei 2009 : 20.00 WIB
        4. Bardosono, S. 2006. Gizi Sehat untuk Perempuan. Jakarta : FKUI
        5. Departemen FKM UI. 2008. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
        6. Hendra, Arif W. 2008. Konsep Status Gizi. Http://ajangberkarya.wordpress. com/2008/05/20/konsep-status-gizi/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2009 : 19.30 WIB
        7. Karyadi, E. 2007. Menangkal Rasa Sakit Menjelang Haid. Http://www.Indomedia. com. Diakses pada tanggal 29 April 2009 : 16.00 WIB
        8. Mason, P. 2007. Diet and Premenstrual Syndrome. Http://www.healthy.net/index. asp. Diakses pada tanggal 29 Apil 2009 : 17.00 WIB
        9. Maulana, R. 2008. Hubungan Karakteristik Wanita Usia Reproduktif dengan Premenstrual Syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekologi BPK RSUD. Dr Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2008. Http://razimaulana.files.wordpress. com/2008/12/pms.doc. Diakses pada tanggal 19 Mei 2009 : 10.00 WIB
        10. Monks, F.J, dkk. 2006. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
        11. Naylor, C. Scott. 2004. Obstetri Ginekologi. Jakarta : EGC
        12. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
        13. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
        14. ___________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
        15. Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
        16. Potter, P,dkk. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
        17. Paath, Erna Francin. 2004. Gizi dalam Daur Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC
        18. Rayburn, W. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika
        19. Sediaoetama, AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta : Dian Rakyat
        20. Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara
        21. Supariasa, I.D.N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
        22. Taufiq. 2009. Sindrom Pramenstruasi. Http://praktekku.blogspot.com/2009/05/ sindrom-pramenstruasi. Diakses pada tanggal 29 Mei 2009 : 17.00 WIB
        23. Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
        24. Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

        KONSEP MOBILISASI DINI POST PARTUS

        Dr. Suparyanto, M.Kes

        KONSEP MOBILISASI DINI POST PARTUS

        Definisi Mobilisasi Post Partus
        • Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk berjalan bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya disamping kemampuan mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 1999)
        • Mobilisasi dini menurut Carpenito tahun 2000 adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.

        Bentuk Mobilisasi Dini
        1. Berdiri
        2. Duduk
        3. Berpindah dari satu kelompok lain, seperti : a. Dari tempat tidur ke kursi; b. Dari kursi biasa ke kursi berlubang; c. Dari kursi roda ke kloset duduk; d. Dari lantai ke kursi atau tempat tidur; e. Bangkit dari duduk; f. Berjalan : dengan bantuan: (Penyangga kaki dari logam, Sepatu khusus, Bidai, Kaki palsu); g. Menggerakkan tubuh, bahu, tangan dan lengan untuk berbagai macam gerakan, seperti: (1). Menggerakkan dan melepaskan pakaian; 2). Menjaga kebersihan pribadi; 3). Mengerjakan pekerjaan rumah tangga; h. Melakukan gerakan badan; i. Mobilisasi dengan bantuan alat mekanik; j. Kursi roda : di dorong oleh orang lain di jalanan sendiri.) (Roper, 2002)

        Bentuk Lain Mobilisasi Dini
        1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
        Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas pasien :
        • Memenuhi kebutuhan mobilitas
        • Mempertahankan toleransi terhadap aktivitas
        • Mempertahankan kenyamanan

        Bentuknya meliputi :
        • Mengatur posisi pasien di tempat tidur

        1. Posisi fowler
        • Posisi dengan tubuh setengah duduk atau duduk

        Tujuan :
        1. Mempertahankan kenyamanan
        2. Memfasilitas fungsi pernafasan

        2. Posisi SIM
        • Pada posisi ini pasien berbaring miring, baik miring ke kanan atau miring ke kiri.

        Tujuan :
        1. Memberikan kenyamanan
        2. Melakukan hukna
        3. Memberikan obat per anus (supositorial)
        4. Melakukan pemeriksaan daerah anus

        3. Posisi trendelenburg
        • Posisi ini menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki.

        Tujuan :
        • Memperlancar peredaran darahke otak

        4. Posisi Dorsal Recumbent
        • Pada posisi ini, pasien ditempatkan pada posisi terlentang dengan kedua lutut fleksi di atas tempat tidur.

        Tujuan :
        1. Perawatan daerah genitalia
        2. Pemeriksaan genetalia
        3. Posisi pada proses persalinan

        5. Posisi Litotomi
        • Pada posisi ini, pasien ditempatkan pada posisi terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen

        Tujuan :
        1. Pemeriksaan alat genetalia
        2. Proses persalinan
        3. Pemasangan alat kontrasepsi

        Posisi Genu Pektoral (Knee chest)
        • Pada posisi genu pektoral, pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur.

        Tujuan :
        • Pemeriksaan daerah rektum dan sigmoid

        (2). Memindahkan pasien dari tempat tidur satu ke kursi roda
        • Aktivitas ini dilakukan pada pasien yang membutuhkan bantuan untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi roda.

        Tujuan :
        1. Melatih otot skelet mencegah kontraktur
        2. Mempertahankan kenyamanan pasien
        3. Mempertahankan kontrol diri pasien
        4. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan (diagnosa, fisik)

        (3). Memindahkan pasien oleh dua atau tiga perawat
        • Pada tindakan ini pemindahan pasien dilakukan oleh dua sampai tiga orang perawat. Pemindahan ini dapat dari tempat tidur atau ke brankart atau dari satu tempat tidur ke tempat tidur yang lain. Pemindahan ini biasanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat atau tidak boleh melakukan pemindahan sendiri. Hal yang perlu disiapkan sama dengan pemindahan pasien ke tempat tidur ke kursi roda.

        Tujuan :
        • Memindahkan pasien dari rungan satu ke ruangan yang lain untuk tujuan tertentu (pemeriksaan diagnostik atau pindah ruangan)

        (4). Membantu pasien berjalan
        • Seperti halnya tindakan lain, membantu pasien berjalan memerlukan persiapan. Perawat mengkaji beberapa toleransi pasien terhadap aktivitas, kekuatan, adanya nyeri dan keseimbangan pasien untuk menentukan jumlah bantuan yang diperlukan paien.
        • Aktivitas ini memungkinkan memerlukan alat seperti kruk dan tongkat. Namun ada prinsipnya, perawat dapat melakukan aktivitas ini meskipun tanpa menggunakan alat.

        Tujuan :
        1. Memulihkan kembali toleransi aktivitas
        2. Mencegah terjadinya kontraktur sendi

        Tabel 2.1 Derajat Kekuatan Otot



        (4). Manfaat Mobilisasi Dini
        1. Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi peurperium
        2. Mempercepat involusi alat kandungan
        3. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
        4. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme. (Manuaba, 1998)

        Menurut Rambey, 2008 manfaat mobilisasi dini adalah :
        1. Melancarkan sirkulasi darah
        2. Membantu proses pemulihan
        3. Mencegah terjadinya infeksi yang timbul karena gangguan pembuluh darah balik serta menjaga pedarahan lebih lanjut

        Menurut Fizari, 2009 manfaat lain dari mobilisasi dini adalah:
        1. Ibu merasa lebih sehat dan kuat
        2. Faal usus dan kandung kencing lebih baik
        3. Kesempatan yang baik untuk mengajari merawat atau memelihara anaknya

        (5). Macam Mobilisasi Dini

        Mobilisasi penuh
        • Yaitu seluruh anggota dapat melakukan mobilisasi secara normal. Mobilisasi penuh mempunyai peranan penting dalam menjaga kesehatan baik secara fisiologis maupun psikologis.

        Mobilisasi sebagian
        • Yaitu sebagian dari anggota badan yang dapat melakukan mobilisasi secara normal.
        Terjadi pada pasien dengan gangguan saraf motorik dan sensorik, terdiri dari :
        1. Mobilisasi sebagian dengan temporer, disebabkan oleh trauma yang reversibel
        2. Pada sistem muskuloskeletal
        3. Mobilisasi sebagian permanen disebabkan karena rusaknya sistem saraf yang reversibel (hemiplagi karena kecelakaan).

        (6). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Gerak

        Sendi
        • Yaitu pertemuan antara dua atau lebih ujung tulang

        Tulang
        • Merupakan jaringan hidup yang mempulnyai banyak suplai darah.Tulang dapat tumbuh dan memperbaiki dirinya. Fungsi tulang sebagai tuas untuk menggerakkan otot-otot dan menyimpan kalsium dan fosfat, mengeluarkannya bila dibutuhkan.

        Tendon
        • Merupakan jaringan ikat yang kuat, berwarna putih dan tidak elastis untuk melekatkan otot pada tulang.

        Ligamen
        • Merupakan pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk mengikat serta menyatukan tulang atau bagian lain untuk menyangga suatu organ.

        Otot
        Otot dibagi menjadi 3, yaitu:
        1. Otot skeletal yaitu otot yang ditemukan pada tulang rawan atau kulit. Dikendalikan melalui sistem syaraf pusat, serat-seratnya memperlihatkan garis-garis melintang.
        2. Otot polos ditemukan pada dinding visera dan pembuluh darah. Dikendalikan melalui sistem syaraf otonom, serat-seratnya tidak memperlihatkan garis melintang.
        3. Otot jantung yang hanya ditemukan di jantung

        (6). Sistem syaraf
        • Jaringan syaraf dibentuk dari neuron yang sel-selnya terkadang mengalami proses yang sangat panjang dikhususkan untuk penghantar implus syaraf yang menyokong dan memberi makan neuron-neuron.
        • Neuron adalah unit dasar sistem persyarafan. (Cambridge Comunication Limited, 1998)

        (7). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

        1. Penyakit tertentu dan cidera
        • Penyakit-penyakit tertentu dan cidera berpengaruh terhadap mobilitas misalnya penderita multipe aklerosis dan cidera pada urat saraf tulang belakang. Demikian juga pada pasien post operasi atau yang mengalami nyeri, cenderung membatasi gerakan.

        2. Budaya
        • Beberapa faktor budaya juga mempunyai pengaruh terhadap aktivitas. Misalnya di Jawa berpenampilan halus dan merasa tabu bila mengerjakan aktivitas berat dan pria cenderung melakukan aktivitas lebih berat.

        3. Energi
        • Tingkat energi bervariasi pada setiap individu. Terkadang seseorang membatasi aktivitas tanpa mengetahui penyebabnya. Selain itu tingkat usia juga berpengaruh terhadap aktivitas. Misalnya orang pada usia pertengahan cenderung mengalami penurunan aktivitas yang berlanjut sampai usia tua.

        (8). Resiko Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
        • Berbagai masalah dapat terjadi bila tidak melakukan mobilisasi dini, misalnya :
        • Gangguan pernafasan yaitu sekret akan terakumulasi pada saluran pernafasan yang akan berakibat klien sulit batuk dan mengalami gangguan bernafas.
        • Pada sistem kardiovaskuler terjadi hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh sistem syaraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah sewaktu berdiri dari berbagai dalam waktu yang lama.
        • Pada saluran perkemihan yang mungkin terjadi adalah statis urin yang disebabkan karena pasien pada posisi berbaring tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara sempurna.
        • Pada gastrointestinal terjadi anoreksia diare atau konstipasi. Anoreksia disebabkan oleh adanya gangguan katabolisme yang mengakibatkan ketidak seimbangan nitrogen karena adanya kelemahan otot serta kemunduran reflek deteksi, maka pasien dapat mengalami konstipasi.

        (9). Jenis Gerakan Sendi

        • Fleksi: Yaitu tindakan menekuk dua ujung sesuatu alat saling mendekati atau keadaan dua ujung sesuatu alat yang tertekuk berekatan.
        • Ekstensi: Yaitu gerakan yang membesarkan sudut antara dua ujung tulang yang bersendi. Gerakan yang menjauhkan ujung-ujung alat atau bagian tubuh.
        • Hiperektensi yaitu ekstensi lebih lanjut.
        • Abduksi: Yaitu gerakan anggota badan atau mata kesisi menjahui sumbu tengah tubuh
        • Rotasi: Yaitu gerakan memutari pusat axis dari tulang
        • Eversi: Yaitu tindakan memutarkan telapak kaki kebagian luar
        • Inversi: Yaitu putar bagian telapak kaki kebagian dalam membentuk sudut dari persendian
        • Pronasi: Yaitu pemutaran lengan bawah ke dalam
        • Supinasi: Yaitu gerakan memutar lengan bawah ke luar. (Hincliff, 1999).


        DAFTAR PUSTAKA
        1. Alimul, A. (2007), Metode Penelitian Penulisan Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika.
        2. Alimul, H. A, dan Musrifatul, U. (2004), Buku Saku Pratikan Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: EGC.
        3. Arikunto, S. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta.
        4. Cambridge, C. L. (1998) Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan System Reproduksi, Jakarta: EGC.
        5. Desiyati, D. (2008) Fisiologi Nifas, from Http://we-littlefairy. blogspot.com
        6. Fizari, S. (2009) Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com
        7. Hincliff, S. (1999) Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC.
        8. Ibrahim, C.S. (1996) Perawatan Kebidanan, Jakarta: Bhratara.
        9. Manuaba, I. B. G. (1998) Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
        10. Mochtar, R. (1998) Sinopsis Obstetric, Jakarta: EGC.
        11. Notoadmodjo, S. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
        12. Nursalam, (2003) Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
        13. Nursalam, dan Pariani, S. (2001) Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV, Info Medika.
        14. Prawirohardjo, S. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
        15. ___________, (2002) Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
        16. Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO. (2001) Post Partum, Jakarta: MNH
        17. Ramali, A. (2003) Kamus Kedokteran, Jakarta: Djambatan.
        18. Rambey, R. (2008) Tetap Sehat Setelah Bersalin, from Http:// nursingwear/wordpress.
        19. Roper, N. (2002) Prinsip-Prinsip Keperawatan, Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika.
        20. Sinsin, L. (2009). Masa Kehamilan dan Persalinan. PT. Elex Media Komputindo, from Http:// www.elexmedia.co.id, 118-119.

        KONSEP INVOLUSI UTERI

        Dr. Suparyanto, M.Kes


        KONSEP INVOLUSI UTERI

        Pengertian involusi uteri
        • Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan. (Hincliff, 1999)
        • Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali kebentuk asal. (Ramali, 2003)

        Proses Involusi Uterus

        Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia
        • Yaitu kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam masa hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. 
        • Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Dan aliran darah dialirkan ke buah dada sehingga peredaran darah ke buah dada menjadi lebih baik. 
        • Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi kembali kepada ukuran semula.

        Autolisis
        • Adalah penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya hyperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang 10 kali dan menjadi 5 kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil, akan susut kembali mencapai keadaan semula.
        • Faktor yang menyebabkan terjadinya autolisis apakah merupakan hormon atau enzim sampai sekarang belum diketahui, tetapi telah diketahui adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah kemudian di keluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah melahirkan ibu mengalami beser air kemih atau sering buang air kemih.

        Aktifitas otot-otot
        • Adalah adanya retraksi dan kontrksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembulu darah yang pecah karena adanya kontraksi dan retraksi yang terus-menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah di dalam uterus yang mengakibatkan jaringan-jaringan otot-otot tersebut menjadi lebih kecil.

        Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus adalah melalui 2 cara yaitu :

        (1) Kontraksi oleh ion kalsium
        • Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang lain yang disebut kamodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion kalsium berkaitan dengan kalmoduli. Kombinasi kalmodulin ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim yang melakukan fosforilase sebagai respon terhadap myosin kinase. 
        • Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus perlekatan-pelepasan kepala myosin dengan filament aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan secara berulang dengan filament aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan berkala sehingga mengghasilkan kontraksi otot uterus

        (2) Kontraksi yang disebabkan oleh hormon
        • Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin, vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor hormon pada membran otot polos akan membuka kanal ion kalsium dan natrium serta menimbulkan depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah terjadi. Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan potensial aksi dan depolarisasi ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi pada otot uterus. (Guyton, 2007)
        • Dengan faktor-faktor diatas dimana antara 3 faktor itu saling mempengaruhi satu dengan yang lain, sehingga memberikan akibat besar terhadap jaringan otot-otot uterus, yaitu hancurnya jaringan otot yang baru, dan mengecilnya jaringan otot yang membesar. Dengan demikian proses involusi terjadi sehingga uterus kembali pada ukuran dan tempat semula.
        • Adapun kembalinya keadaan uterus tersebut secara gradual artinya, tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau 24 jam setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen atas dan uterus bagian bawah terlalu lemah dalam meningkatkan tonusnya kembali. Tetapi setelah tonus otot-otot kembali fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit. (Christian, 1996)

        Williams menjelaskan involusi sebagai berikut :
        • Involusi tidak dipengaruhi oleh absorbsi insitu, namun oleh suatu proses eksfoliasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi plasenta karena pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan kebawah endometrium dari tepi-tepi tempat plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stoma yang tersisa di bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta.
        • Proses semacam itu akan dianggap sebagai konservatif, dan sebagai suatu ketetapan yang bijaksana sebagai bagian dari alam. Sebaiknya kesulitan besar akan dialami dalam pembuangan arteri yang mengalami obliterasi dan trombin yang mengalami organisasi, kalau mereka tetap insitu, akan segera mengubah banyak bagian dari mukosa uterus dan endometrium dibawah menjadi suatu masa jaringan parut dengan akibat bahwa setelah beberapa kehamilan tidak akan mungkin lagi untuk melaksanakan siklus perubahan yang biasa, dan karier reproduksi berakhir.

        (3) Involusi alat-alat kandungan

        1. Uterus
        • Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. (Sarwono, 2002). Pada hari pertama ibu post partum tinggi fundus uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima post partum uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar diraba di atas symphisis. (Prawirohardjo, 2002). tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap hari. (Reader, 1997). Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

        Tabel Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi



        2. Bekas implantasi uteri
        • Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke ovum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Mochtar, 1998)

        • Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Bagian bekas plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter 7,5 sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal, setelah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Sarwono, 2002)

        3. Lokia
        • Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. (Mochtar, 1998)
        • Menurut Rustam Mochtar (1998) pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna sebagai berikut :
        1. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa. Lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
        2. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
        3. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
        4. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu
        5. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
        6. $0D
        7. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya.

        Tabel 2.3 pengeluaran lokia menurut masa involusi

        4. Servik
        • Setelah persalinan, bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengandakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada berbatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk, semacam cincin. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan. Tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri. (Sarwono, 2002)

        5. Ligamen-ligamen
        • Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang mereggang sewaktu kehamilan dan persalinan setelah jalan lahir berangsur-angsur mengecil kembali seperti sedia kala tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor mengakibatkan uterus jatuh kebelakang, untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada hari ke 2 post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. (Sarwono, 2002)

        Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi
        Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, faktor yang mempengaruhi involusi uterus antara lain :

        1. Mobilisasi dini
        • Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.

        2. Status gizi
        • Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu post partum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu post partum dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses involusi uterus.

        3. Menyusui
        • Pada proses menyusui ada reflek let down dari isapan bayi merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin yang oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi.

        4. Usia
        • Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan menghambat involusi uterus.

        5. Parietas
        • Parietas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering tereggang memerlukan waktu yang lama. (Sarwono, 2002)

        Pengukuran involusi uterus
        • Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lokia. (Manuaba, 1998)
        • Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan desidua dan pengelupasan kulit pada situs plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat, perubahan lokasi uterus, warna dan jumlah lochea. (Varney, 2004: 594)

        DAFTAR PUSTAKA
        1. Alimul, A. (2007), Metode Penelitian Penulisan Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika.
        2. Alimul, H. A, dan Musrifatul, U. (2004), Buku Saku Pratikan Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: EGC.
        3. Arikunto, S. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta.
        4. Cambridge, C. L. (1998) Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan System Reproduksi, Jakarta: EGC.
        5. Desiyati, D. (2008) Fisiologi Nifas, from Http://we-littlefairy. blogspot.com
        6. Fizari, S. (2009) Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas, From Http://sekuracity/blogspot.com
        7. Hincliff, S. (1999) Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC.
        8. Ibrahim, C.S. (1996) Perawatan Kebidanan, Jakarta: Bhratara.
        9. Manuaba, I. B. G. (1998) Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
        10. Mochtar, R. (1998) Sinopsis Obstetric, Jakarta: EGC.
        11. Notoadmodjo, S. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
        12. Nursalam, (2003) Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
        13. Nursalam, dan Pariani, S. (2001) Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV, Info Medika.
        14. Prawirohardjo, S. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
        15. ___________, (2002) Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
        16. Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO. (2001) Post Partum, Jakarta: MNH
        17. Ramali, A. (2003) Kamus Kedokteran, Jakarta: Djambatan.
        18. Rambey, R. (2008) Tetap Sehat Setelah Bersalin, from Http:// nursingwear/wordpress.
        19. Roper, N. (2002) Prinsip-Prinsip Keperawatan, Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika.
        20. Sinsin, L. (2009). Masa Kehamilan dan Persalinan. PT. Elex Media Komputindo, from Http:// www.elexmedia.co.id, 118-119.