Tuesday, December 21, 2010

TEORI MOTIVASI

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP MOTIVASI

PENGERTIAN MOTIVASI
  • Gibson (1996) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku, sedangkan Robbins (2003) mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Suprihanto (2003) menyatakan bahwa motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi pada diri seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan.

TEORI MOTIVASI

TEORI ISI (CONTENT THEORY)
  • Teori isi (content theory) memusatkan perhatian pada faktor di dalam diri orang yang menggerakan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku. Teori ini mencoba menentukan kebutuhan khusus yang memotivasi orang. Tiga model teori isi adalah: teori hirarki kebutuhan dari Maslow; teori ERG dari Alderfer; teori dua faktor Herzberg; dan teori tiga kebutuhan dari Mc Clelland.

TEORI HIRARKI KEBUTUHAN MASLOW.
  • Maslow mendasarkan konsep hirarki kebutuhan pada dua prinsip, yang pertama adalah bahwa kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dari kebutuhan yang terendah sampai yang tertinggi; kedua, suatu kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku.
Inti teori Maslow ialah bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam satu hirarki, yaitu:
  1. Fisiologi: kebutuhan sandang, pangan, dan bebas dari rasa sakit.
  2. Keselamatan dan keamanan: kebutuhan akan rasa bebas dari ancaman yakni aman dari ancaman kejadian dan lingkungan.
  3. Rasa keikutsertaan, sosial dan cinta: kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi dan cinta.
  4. Penghargaan (esteem): kebutuhan akan penghargaan diri dan penghar-gaan dari orang lain.
  5. Aktualisasi diri (selft actualiation): kebutuhan untuk memanfaatkan/ mengembangkan potensi diri.
  • Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih mendasar sebelum mengarahkan perilakunya untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Asumsi lain ialah orang mempunyai keinginan untuk maju sehingga setelah kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi maka orang tersebut akan bergerak memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

TEORI ERG ALDERFER
  • Sepaham dengan Maslow, Alderfer mengatakan bahwa setiap orang memang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam satu hirarki, tetapi kebutuhan hanya meliputi tiga peringkat.

Tiga peringkat kebutuhan tersebut adalah:
  1. Eksistensi (existency): adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor makanan, air, udara, upah dan kondisi kerja.
  2. Hubungan (relatedness): adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antar pribadi yang bermanfaat.
  3. Pertumbuhan (growth): adalah kebutuhan di mana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi yang kreatif dan produktif.
  • Teori ini menyatakan ada tiga kelompok dengan kebutuhan inti yang berlainan, yaitu existence, relatedness dan growth. Kelompok existence memperhatikan pada terpenuhinya kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisik, dan kebutuhan akan keamanan. Kelompok relatedness memperhatikan pada terpenuhinya kebutuhan sosial dan kebutuhan penghargaan eksternal. Kelompok growth mempertahankan pada terpenuhinya kebutuhan penghargaan internal dan kebuhan akan aktualisasi diri.
  • Dua perbedaan antara teori kebutuhan Maslow dan teori ERG. Teori kebutuhan Maslow menyatakan bahwa kebutuhan terpenuhi secara bertingkat, sedangkan teori ERG dapat dipenuhi secara bersamaan. Dalam teori Maslow, apabila pemenuhan kebutuhan telah terjadi, maka individu akan memenuhi kebutuhan sesudahnya yang lebih tinggi, namun dalam teori ERG, apabila pemenuhan kebutuhan telah terjadi, maka motivasi akan melemah dan individu akan berusaha memenuhi kebutuhan yang sebelumnya.

TEORI DUA FAKTOR HERZBERG
  • Menurut Herzberg ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu faktor penyebab kepuasan kerja (job satisfiers) dan faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfiers). Satisfiers disebut dengan istilah motivators dan dissatisfiers disebut dengan istilah hygiene factors.
  • Faktor hygiene mencegah merosotnya semangat kerja atau efisiensi, dan meskipun faktor ini tidak dapat memotivasi, tetapi dapat menimbulkan ketidak-puasan kerja. Faktor hygiene bersifat ekstrinsik karena berasal dari luar diri individu. Faktor ini disebut hygiene karena apabila faktor ini tidak terpenuhi akan timbul ketidakpuasan dalam diri individu, namun apabila faktor ini terpenuhi belum tentu akan menimbulkan motivasi.

Yang termasuk hygiene faktor adalah:
  1. Kebijakan perusahaan dan administrasi (company policy and adminis-tration)
  2. Supervisi tehnik (supervision technical)
  3. Kondisi kerja (working condition)
  4. Hubungan antar pribadi (interpesonal relations)
  5. Gaji (salary)
  6. Keamanan kerja dan status (job security and status)
  • Faktor penyebab kepuasan kerja (motivators) mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja karyawan. Faktor motivator ini bersifat intrinsik karena berasal dari dalam individu. Faktor ini disebut motivator karena apabila faktor ini tidak terpenuhi, seorang individu tidak akan termotivasi (belum tentu mengalami ketidakpuasan), sedangkan apabila faktor ini terpenuhi, maka akan timbul motivasi.

Yang termasuk faktor motivator adalah:
  1. Prestasi (achievement)
  2. Pengakuan (recognition)
  3. Kerja itu sendiri (The work itself)
  4. Kemajuan (advancement)
  5. Tanggung jawab (responsibility)
  • Kontribusi teori Herzberg pada motivasi adalah dia menyatakan bahwa faktor higienis secara mutlak penting untuk mempertahankan sumberdaya organisasi dan hanya pekerjaan menantang yang dapat memberikan peluang bagi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, promosi, dan pertumbuhan akan motivasi karyawan.

TEORI TIGA KEBUTUHAN MC CLELLAND
  • Mc Clelland mengatakan ada tiga kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan berprestasi (need for achievement), kebutuhan berafiliasi (need for affilitiation), dan kebutuhan berkuasa (need for power).

Karakteristik ketiga kebutuhan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Kebutuhan berprestasi, tercermin pada keinginan seseorang mengambil tugas di mana dia dapat bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya, dia menentukan tujuan yang wajar dengan memperhitungkan risiko-risikonya, dia ingin mendapatkan umpan balik atas perbuatan-perbuatannya dan dia berusaha melakukan segala sesuatu secara kreatif dan inovatif.
  2. Kebutuhan afiliasi, kebutuhan ini ditunjukan dengan adanya keinginan untuk bersahabat, di mana dia lebih mementingkan aspek-aspek antar pribadi dalam bekerja, dia lebih senang bekerjasama, senang bergaul, dia berusaha mendapatkan persetujuan dari orang lain dan dia melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih efektif bila bekerja dengan orang-orang lain dalam suasana kerjasama, tetapi jika seorang atasan minta bantuan bawahan, ini bukan tergolong motivasi afiliasi, tetapi tergolong motivasi kekuasaan.
  3. Kebutuhan kekuasaan, kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang-orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi suatu kelompok atau organisasi. Ia akan mencoba menguasai orang lain dengan cara mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan padanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya.

TEORI PROSES (PROCESS THEORY)
  • Teori proses (Process Theory): mencoba menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu digerakan, diarahkan, didukung dan dihentikan, termasuk dalam teori ini adalah: teori harapan Victor Vroom; teori penguatan B.F.Skinner; teori keadilan Adams; dan teori penetapan tujuan Locke.

TEORI HARAPAN VICTOR VROOM
  • Teori Vroom mengidentifikasi secara konseptual penentu motivasi dan bagaimana hal tersebut saling berhubungan. Vroom mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses pengaturan pilihan diantara bentuk bentuk aktivitas sukarela alternatif. Menurut pandangannya, sebagian besar perilaku berada dibawah pengendalian orang, dan karenanya dimotivasi.

Konsep inti teori tersebut adalah :
  1. P = f (M x A). Performance adalah fungsi perkalian antara Motivasi (M) dan Ability (A).
  2. M = f (V1 x E). Motivasi (M) adalah fungsi perkalian antara Valensi (V) dari setiap perolehan tingkat pertama (V1) dengan Expentancy (E), atau harapan bahwa perilaku tertentu akan diikuti oleh sesuatu perolehan tingkat pertama.
  3. V1 = f (V2 x I). Valensi berhubungan denga berbagai perolehan tingkat pertama (V1) merupakan fungsi (f) perkalian antara jumlah valensi yang melekat pada semua perolehan tingkat kedua dan instrumentalitas (I) yang dimiliki oleh pencapaian hasil tingkat pertama untuk mencapai pencapaian setiap hasil tingkat kedua.
  4. Hasil tingkat pertama yang diakibatkan oleh perilaku adalah hasil yang berkaitan dengan perilaku itu sendiri, misalnya produktivitas, ketidak-hadiran, pergantian.
  5. Hasil tingkat kedua adalah peristiwa-peristiwa (imbalan atau hukuman) yang disebabkan hasil tingkat pertama, umpamanya kenaikan upah berdasarkan kecakapan.
  6. Instrumentalitas adalah prestasi individu tentang korelasi antara hasil tingkat pertama (prestasi kerja), dan hasil tingkat kedua (imbalan) atau kuatnya keyakinan individu bahwa satu tindakan menimbulkan hasil kedua. Nilai instrumentalitas berkisar minus satu sampai dengan plus satu. Nilai plus satu berarti individu yang bersangkutan yakin bahwa hasil tingkat pertama dari suatu tindakan diikuti hasil kedua, misalkan hasil pertama berupa peningkatan produktivitas, hasil tingkat kedua berupa peningkatan imbalan.
  7. Valensi merupakan kekuatan keinginan seseorang untuk mencapai hasil tertentu. Sebagai contoh, seseorang mungkin lebih menginginkan kenaikan upah sebesar 9% daripada di transfer ke departemen lain. Suatu hasil mempunyai nilai valensi positif jika disenangi dan valensi-nya negatif jika tidak disenangi.
  8. Harapan berkaitan dengan keyakinan individu terhadap kemungkinan bahwa perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu. Harapan terdiri dua macam, yaitu harapan upaya dan harapan hasil. Harapan upaya menunjukan persepsi individu tentang sukarnya melakukan perilaku tertentu dan kemungkinan tercapainya perilaku tersebut. Seseorang akan mempunyai harapan usaha yang rendah atau bahkan nol apabila dia merasa tidak memiliki kemampuan melakukan perilaku tertentu. Jenis harapan kedua adalah harapan hasil prestasi, yaitu persepsi individu terhadap kaitan antara prestasi dengan imbalan. Seseorang akan memiliki harapan hasil prestasi yang tinggi jika dia yakin akan memperoleh imbalan jika prestasi yang telah ditentukan dapat dicapai. Nilai harapan seseorang berkisar antara nol sampai dengan satu.

TEORI PENGUATAN B. F. SKINNER
  • B.F.Skinner mengemukakan bahwa perilaku dari suatu stimulus akan menghasilkan tanggapan. Tanggapan yang mengarah pada prestasi yang baik perlu dipertahankan dan atau ditingkatkan, yaitu dengan jalan memberi penguatan. Segala sesuatu yang digunakan manajer untuk meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus suatu individu disebut penguat.
  • Teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku di masa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa datang dalam suatu siklus proses belajar. Dalam pandangan teori ini jika seseorang individu berperilaku tertentu dan diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan maka perilaku tersebut cenderung akan diulangi, dan sebaliknya jika suatu perilaku tertentu menghasilkan konsekuensi negatif, maka perilaku ini cenderung tidak akan diulang di masa datang.

TEORI KEADILAN ADAMS
  • Adams mengatakan bahwa setiap orang dalam organisasi selalu membuat perbandingan-perbandingan, yaitu perbandingan antara masukan-masukan (input) yang diberikan dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha dengan hasil-hasil (outcome) yang mereka terima. Mereka juga akan membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama. Faktor kunci bagi manajer adalah mengetahui apakah ketidakadilan dirasakan, dan bukan apakah ketidakadilan secara nyata ada. Ketidakadilan ini akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang berbeda, misalnya mogok kerja, menurunkan kinerja.

Dalam equity theory dapat dilakukan empat perbandingan berikut ini:
  1. Self-inside yaitu membandingkan pengalaman seorang pekerja dalam posisi pekerjaan yang berbeda dalam organisasi yang sama.
  2. Self-outside yaitu membandingkan pengalaman seorang pekerja dalam posisi pekerjaan yang berbeda dalam organisasi yang berbeda.
  3. Other-inside yaitu membandingkan pengalaman seorang individu dengan individu lain dalam organisasi yang sama.
  4. Other-outside yaitu membandingkan pengalaman seorang individu dengan individu lain dalam organisasi yang berbeda.
  • Adapun derajat pembanding yang dapat dipergunakan antara lain pendidikan/pengetahuan, gaji, serta lamanya bekerja.

TEORI PENETAPAN TUJUAN LOCKE
  • Locke dalam teori penetapan tujuan (goal-setting theory) mengatakan bahwa tujuan-tujuan yang sifatnya spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Pencapaian tujuan dilakukan melalui usaha partisipasi, meskipun demikian pencapaian tujuan belum tentu dilakukan oleh banyak orang. Pencapaian tujuan yang partisipatif mempunyai dampak positif berupa timbulnya penerimaan (acceptance), artinya sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan, maka akan dijalankan dengan baik. Pencapaian tujuan yang partisipatif dapat pula berdampak negatif yaitu timbulnya superioritas pada orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
  • Teori penetapan tujuan Locke mengatakan bahwa tujuan dan maksud individu yang disadari adalah determinan utama perilaku. Perilaku individu akan terus berlangsung sampai perilaku itu mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi. Menurut teori ini, kinerja akan tergantung pada tingkat kesukaran tujuan, keterincian tujuan, dan komitmen seseorang terhadap tujuan.
  • Dalam penelitian ini teori motivasi yang dipakai adalah teori motivasi Herzberg. Menurut Herzberg ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu faktor penyebab kepuasan kerja (job satisfiers) dan faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfiers). Satisfiers disebut dengan istilah motivators dan dissatisfiers disebut dengan istilah hygiene factors.

REFERENSI
  1. Algifari, 2000, Analisis Regresi, Teori, Kasus, dan Solusi, edisi 2, Jogjakarta: BPFE, hlm 61—82.
  2. Anonymous, 2003, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis Disertasi, Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
  3. Arifin, A., 2001, Koordinasi Pemrograman sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas, Desertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  4. As’ad, M., 2003, Psikologi Industri, Yogyakarta: Liberty, hlm 45—64.
  5. Azwar, A., 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, edisi ke 3, Jakarta: Bina Rupa Aksara, hlm 287—321.
  6. Brata, N., W., 2004, Upaya Peningkatan Cakupan Penderita Tuberkulosis Melalui Analisis Faktor petugas Puskesmas dan Masyrakat di Kabupaten Tabanan, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  7. Brotowidjojo, M., 1988, Penulisan Karangan Ilmiah, Jakarta CV. Akademika Pressindo, hlm 166—170.
  8. Caiola, N., Sullivan, R.L., 2000, Performance Improvement: Developing a Strategy for Reproductive Health Services, http://www.jhpiego.org/, senin 17 Januari 2005, pukul: 08:15 WIB
  9. Dep.Kes., R.I, 1999, Pedoman Penanggulangan Tuberculosis, cetakan ke 4, Jakarta: Ditjen PPM-PLP, hlm 1—40.
  10. Dep.Kes., R.I, 2000, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, cetakan ke-5, Jakarta: Ditjen PPM-PLP, hlm 1—31.
  11. Dep.Kes., R.I, 1990, Pedoman Puskesmas, jilid 3, Jakarta: Dep. Kes. R.I., hlm 31—38.
  12. Dep.Kes., R.I, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, Jakarta: Dep. Kes. RI., hlm 17—21.
  13. Dep.Kes., R.I, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 128/MENKES/SK/II/2004, Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat , Jakarta: Dep. Kes. RI., hlm 5—12.
  14. Dep.Kes., R.I, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta: Dep. Kes. R.I., hlm 21—23.
  15. Dessler, G., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Prenhallindo, hlm 1—40.
  16. Fridawaty, 2002, Analisis Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di RS Haji Surabaya, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
  17. Gibson, J.L., J.M. Ivancevich, J.H. Donnelly, Jr., 1996, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta: Bina Rupa Aksara, hlm 119—275 .
  18. Gomes, F.C., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset, hlm 134—196.
  19. Gunaya, I N.D., 2004, Analisis Faktor Dominan Perawat yang Mempengaruhi Pelaksanaan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Negara, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  20. Hague, P., 1995, Merancang Kuesioner, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, hlm 115—144.
  21. Hanafi, M., 1997, Manajemen, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, hlm 337—356.
  22. Handoko, H., 1996, Manajemen, edisi 2, Yogyakarta: BPFE, hlm 251—270.
  23. Ilyas, Y., 2001, Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian, Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, hlm 66—150.
  24. Kopelman, R.E., 1998, Managing Productivity in Organization a Practical-people Oriented Prespective, New York: MC. Graw Hill Book Company, pp 3—18.
  25. Mathis, R.L., J.H. Jackson, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku 1, Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, hlm 75—114.
  26. Mathis, R.L., J.H. Jackson, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku 2, Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, hlm 89—91.
  27. McCaffery, J., M. Heerey, K. P. Bose (2003), Refining Performance Improvement Tools and Methods: lessons and Challenges, www.ispi.org.
  28. Nimran, U., 1997, Perilaku Organisasi, Surabaya: CV. Citra Media,. Hlm 9—19.
  29. Notoatmodjo, S., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, hlm 36—54.
  30. Pujiharti, Y., 2002, Analisis Faktor Organisasi Yang Berpengaruh Terhadap Motivasi dan Kinerja Bidan Petugas KIA Puskesmas Kota Malang. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
  31. Purnomo, W., 2002, Statistika & Statistika Manajemen, Surabaya: Universitas Airlangga Program Pascasarjana Program Studi S2 Administrasi Kebijakan Kesehatan.
  32. Rakhmat, J., 2004, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hlm 79—98.
  33. Robbins, S., 2003, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Indeks, hlm 45—80.
  34. Santoso, S., 2003, SPSS versi 10 Mengolah Data Statistik secara Profesional, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, hlm 285—377.
  35. Satyawan, D., S., 2003, Kinerja Bidan Di Desa Dalam Pertolongan Persalinan di Pedesaan (Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Bidan di desa Dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Malang), Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  36. Siagian, S.P., 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, hlm 252—294.
  37. Singarimbun, M., 1995, Metode Penelitian Survei, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, hlm 122—146.
  38. Sudjana, 2003, Tehnik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para Peneliti, Bandung: Tarsito, hlm 145—167.
  39. Suprihanto, J., TH.A.M.Harsiwi, P.Hadi, 2003, Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara, hlm 21—54.
  40. Supriyanto, 2003, Metodologi Riset, Surabaya: Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, hlm 93—96.
  41. Thoha, M., 2003, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Cetakan ke 14, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm 203—253.
  42. Umar, H., 2003, Evaluasi Kinerja Perusahaan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 99—106.
  43. Umar, H., 2001, Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 126—138.
  44. Usmara, A., L.Dwiantara, 2004, Strategi Organisasi, Jogjakarta: Amara Books, hlm 131—142.
  45. WHO, 2001, Tuberculosis Control an Annotated Bibliography, New Delhi: World health Organization South-East Asia Regional Office, pp 5—8.
  46. Winarto, Y.T., Totok S., Ezra M.c., 2004, Karya Tulis Ilmiah Sosial, Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm 175—193.
  47. Wulandari, W., 2004, Kinerja Perawat Pada Unit BP Puskesmas di Kabupaten Lumajang, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  48. Zainuddin, M., 2003, Metode Penelitian, Surabaya: Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, hlm 58—72.
  49. Zainun, B., 1989, Manajemen dan Motivasi, Jakarta: Balai Aksara, hlm 49—64.


KINERJA / JOB PERFORMANCE 3

Dr. Suparyanto, M.Kes

KINERJA / JOB PERFORMANCE 3

FAKTOR KINERJA

SUPERVISI
  • Ilyas (2001) mengatakan bahwa supervisi merupakan proses yang memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai. Kemampuan penyelia (supervisor) untuk secara efektif mempekerjakan personel agar mencapai tujuan organisasi adalah penting bagi kesuksesan penyelia.
  • Azwar (1996) mendefinisikan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.
Unsur pokok supervisi, menurut Azwar (1996) adalah sebagai berikut:
a. Pelaksana
  • Pelaksana atau yang bertanggung jawab melaksanakan supervisi adalah atasan yakni mereka yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Kelebihan yang dimaksud disini, sekalipun sering dikaitkan dengan status yang lebih tinggi (supervisor) dan karena itu fungsi supervisi memang lebih dimiliki oleh ”atasan”, namun untuk keberhasilan supervisi yang lebih diutamakan adalah kelebihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan.
b. Sasaran
  • Sasaran atau obyek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Sasaran pekerjaan yang dilakukan bawahan disebut sebagai sasaran langsung, sedangkan sasaran bawahan yang melakukan pekerjaan disebut sebagai supervisi tidak langsung.
c. Frekuensi
  • Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali , bukan supervisi yang baik.
d. Tujuan
  • Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada ”bawahan” secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut ”bawahan” memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik.
e. Tehnik
  • Kegiatan pokok supervisi pada dasarnya mencakup empat hal yang bersifat pokok, yaitu: (1) menetapkan masalah dan prioritasnya; (2) menetapkan penyebab masalah, prioritas masalah dan jalan keluarnya; (3) melaksanakan jalan keluar ; serta (4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut. Jadi tehnik pokok supervisi adalah identik dengan penyelesaian masalah (problem solving)

KOORDINASI
  • Hanafi (1997) mendefinisikan koordinasi merupakan proses yang menghubungkan atau mengintegrasikan bagian-bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan lebih efektif. Tingkat ketergantungan antar bagian dan kebutuhan komunikasi dalam melaksanakan pekerjaan tertentu akan menentukan sejauh mana koordinasi diperlukan.
  • (Malone, 1991) dalam Arifin (2002) menyatakan bahwa koordinasi adalah tindakan untuk bekerja bersama (the act of working together) dan koordinasi adalah cara untuk mengelola ketergantungan antar kegiatan (Malone, 1993). Koordinasi merupakan inti manajemen, yang bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan upaya berbagai individu ke arah tercapainya tujuan kelompok (Koontz, 1992),
  • Menurut Suganda (1988), koordinasi adalah penyatuan gerak seluruh potensi dan unit organisasi atau organisasi yang berbeda fungsi agar secara benar mengarah pada sasaran yang sama. Koordinasi bertujuan terciptanya efisiensi pelaksanaan atau pencapaian sasaran. Untuk mencapai hasil kerja yang efektif, maka setiap kegiatan manusia harus benar-benar terkoordinasikan. Beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi adalah:
  1. Adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama.
  2. Adanya kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh berbagai fihak, termasuk target dan jadwalnya.
  3. Adanya ketaatan atau loyalitas setiap fihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal yang telah ditetapkan.
  4. Adanya saling tukar informasi antara semua fihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalah yang dihadapi.
  5. Adanya saling menghormati terhadap wewenang fungsional berbagai fihak sehingga tercipta semangat untuk saling bantu.

KOMITMEN ORGANISASI
  • Steers dan Porter (1983) dalam Wulandari (2004) mengatakan bahwa komitmen organisasi adalah tingkat kekuatan identifikasi individu terhadap organisasi dan keinginan individu dan keterlibatannya dengan organisasi kerja itu.
  • Becker (1984) menyatakan bahwa komitmen organisasi sebagai kecenderungan untuk melakukan aktivitas yang tetap yang disebabkan oleh adanya kekhawatiran akan kehilangan kesempatan bila ia tidak meneruskan aktivitas tersebut. Aktivitas yang dimaksud adalah dorongan untuk tetap menjadi anggota organisasi, sedang kesempatan yang dimaksud adalah komitmen yang telah ditabung akan menjadi tidak berguna apabila ia meninggalkan organisasi tersebut.
  • Berdasarkan uraian diatas, dapat dirangkum pengertian komitmen organisasi adalah kekuatan relatif dari individu terhadap organisasi dan keterlibatannya dengan organisasi kerja tersebut, yang ditandai dengan adanya: (1) keinginan yang kuat untuk tetap terlibat menjadi anggota organisasi; (2) keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi kepentingan organisasi; (3) kepercayaan yang pasti dan penerimaan yang penuh atas nilai-nilai dan tujuan organisasi.
  • Komitmen organisasi yang kuat biasanya terdapat pada karyawan yang mempunyai masa kerja yang sudah lama, karyawan yang mencapai sukses dengan organisasi kerja yang bersangkutan dan yang bekerja dalam kelompok yang mempunyai komitmen tinggi (Himam, 1993)
  • Komitmen organisasi yang tinggi menimbulkan sikap yang positif dari karyawan terhadap pekerjaannya, maka akan berpengaruh terhadap tingkat komitmen organisasi. Dikemukakan oleh Porter (1974) bahwa karyawan yang komitmennya tinggi mempunyai catatan kehadiran yang baik, bersedia mentaati kebijaksanaan manajemen. Jadi komitmen organisasi merupakan perilaku positif yang kuat dalam diri individu terhadap organisasi disertai perilaku untuk bekerja keras demi organisasi kerja.
  • Komitmen organisasi memiliki beberapa karakteristik yang digolongkan kedalam tiga faktor, yaitu: a) suatu kepercayaan yang pasti dan penerimaan yang penuh atas nilai-nilai dan tujuan organisasi; b) suatu keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi kepentingan organisasi; c) suatu dorongan dan keinginan yang kuat melebihi loyalitas yang bersifat pasif, tetapi mengandung hubungan yang aktif terhadap perusahaan karena individu mempunyai keinginan untuk memberikan sesuatu dari dirinya sendiri untuk menyokong kesejahteraan organisasi (Steers dan Porter, 1983).
  • Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor yang mendukung dan memperkuat komitmen kerja. Steers dan porter (1983), Mowday (1982) serta Fukami dan Larson (1984) menggolongkan faktor yang mempe-ngaruhi komitmen organisasi menjadi empat kategori yaitu: 1) karakteristik personal, seperti usia, masa kerja, motivasi berprestasi yang mempunyai hubungan positif dengan komitmen organisasi; 2) karakteristik kerja seperti stres mempunyai hubungan negative dengan komitmen organisasi, kejelasan tugas, kesesuaian peran, tantangan pekerjaan, kesempatan berprestasi dengan orang lain dan umpan balik yang berhubungan positif terhadap komitmen organisasi; 3) karakteristik struktural, komitmen organisasi berkorelasi positif dengan tingkat formalisasi, ketergantungan profesional, desentralisasi, dan tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan, jumah andil yang ditanam karyawan dan fungsi kontrol dari perusahaan; 4) pengalaman kerja antara lain: tingkat sejauh mana karyawan merasakan sejumlah sikap positif terhadap perusahaan, tingkat kepercayaan terhadap perusahaan bahwa perusahaan akan memeliharanya, merasakan akan adanya suatu kepentingan pribadi antara diri karyawan dengan perusahaan dan sejauh mana harapan-harapan karyawan dapat terpenuhi melalui pekerjaannya. Iklim organisasi dan keterlibatan kerja merupakan prediktor komitmen organisasi.

PELATIHAN
  • Mathis (2001) mendefinisikan pelatihan sebagai proses di mana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Secara terbatas, pelatihan mengajarkan pengetahuan spesifik kepada karyawan untuk dapat digunakan membantu ketrampilan dalam pekerjaan mereka.
  • Gomes (1997) menyebutkan bahwa pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung-jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Supaya efektif, pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar (learning experience), aktivitas-aktivitas yang terencana (be aplanned organizational activity), dan didesain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil diidentifikasikan.
  • Istilah pelatihan sering disamakan dengan pengembangan. Pengembangan menunjuk pada kesempatan belajar yang didesain membantu pengembangan para pekerja, sedangkan pelatihan berkaitan langsung dengan performansi kerja. Jadi pengembangan tidak harus berhubungan dengan performansi kerja sekarang.
  • Pelatihan hanya bermanfaat dalam situasi dimana para pegawai kekurangan kecakapan dan pengetahuan. Pelatihan lebih sebagai sarana yang ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja para anggota organisasi yang kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak negatif yang dikarenakan kurangnya pendidikan, atau kurangnya kepercayaan diri dari anggota atau kelompok anggota tertentu.
  • Menurut Mathis (2002) salah satu cara untuk mengevaluasi pelatihan adalah memeriksa biaya-biaya yang dihubungkan dengan pelatihan serta keuntungan-keuntungan yang diterima melalui analisis biaya/keuntungan. Cara terbaik adalah mengukur nilai output sebelum dan sesudah pelatihan. Setiap peningkatan mewakili keuntungan dan dihasilkan dari pelatihan. Meskipun demikian, pengukuran yang seksama baik pada biaya maupun keuntungan bisa saja sulit dalam beberapa kondisi. Untuk itu benchmarking dari pelatihan mulai banyak digunakan.


SISTEM IMBALAN
  • Siagian (2002) mengatakan bahwa sistem imbalan adalah pemberian salah satu bentuk penghargaan kepada karyawan atas sumbanganya kepada organisasi terutama tercermin dari prestasi karyanya, sedangkan Simamora (2001) dalam Gunaya (2004) menyebutkan bahwa sistem imbalan baik berupa finansial maupun non finansial yang dikendalikan oleh organisasi dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi karyawannya.
  • Sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisai memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.
  • Bagian kepegawaian memikul tanggung jawab untuk mengembangkan sistem imbalan bagi suatu organisasi yang diterapkan secara seragam di seluruh jajaran organisasi. 
Hal-hal yang perlu diperhatikan tentang sistem imbalan:
  1. Sistem imbalan harus mempunyai daya tarik bagi tenaga kerja yang berkualitas tinggi untuk bergabung dengan organisasi.
  2. Sistem imbalan harus merupakan daya tarik yang kuat untuk mempertahankan tenaga kerja yang sudah berkarya dalam organisasi.
  3. Sistem imbalan yang mengandung prinsip keadilan.
  4. Menghargai perilaku positif
  5. Pengendalian pembiayaan
  6. Kepatuhan pada peraturan perundangan.

UMPAN BALIK
  • Kopelman (1986) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ”Obyektive feedback ” adalah informasi tentang budaya kerja dan kinerja yang relatif sesuai dengan fakta dan tidak dapat disangkal. Contohnya absensi, hasil produksi. Pada umumnya indikator budaya kerja dan kinerja adalah subyektif, contohnya penilaian inisiatif, ketrampilan kepemimpinan, tanggung jawab. Pengukuran output menyatakan keputusan tentang kualitas, dan walaupun kehadiran menyakan bahwa individu itu ada ditempat kerja dan bekerja, tetapi perbedaan terlihat penting. Secara luas setuju bahwa bahwa indikator obyektif lebih baik daripada indikator subyektif, dan minimal akan memberi banyak informasi yang akurat.
Ada enam keuntungan ”Obyektive feedback ” sebagai sebuah tehnik untuk meningkatkan produktivitas:
  1. Berfungsi sebagai data dasar
  2. Ketentuan tentang ”Obyektive feedback ” adalah hal yang relatif sederhana, modal dan waktu yang diperlukan sedikit.
  3. Penggunaan ”Obyektive feedback ” punya validitas yang baik.
  4. Hasil dari ”Obyektive feedback ” adalah lebih cepat.
  5. Sistem penerapan ”Obyektive feedback ” mudah dikerjakan dan sering diterapkan pada sistem dengan sedikit intervensi.
  6. Penggunaan ”Obyektive feedback ” secara umum meningkatkan pengaruh dari tehnik peningkatan produksi yang lain. Contohnya kombinasi pelatihan dan feedback biasanya menghasilkan peningkatan kinerja yang lebih baik dari pada pelatihan saja. Dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa dengan pelatihan saja tentang kebersihan/sanitasi akan meningkatkan perilaku cuci tangan sebanyak 21,7%, sedangkan bila dikombinasi dengan ”Obyektive feedback ” akan terjadi peningkatan perilaku cuci tangan sebesar 203,1%.

Ada dua alasan utama, mengapa ”Obyektive feedback ” diperlukan:
  1. Meningkatkan gairah untuk bekerja lebih baik, berfungsi sebagi motivator.
  2. Memberi petunjuk tentang respon pembelajaran atau mengenalkan untuk bertindak mengembangkan respon baru, jadi berfungsi/berkapasitas sebagai instruksi.

MASA KERJA
  • Suprihanto (2003) mengatakan bahwa, senioritas tidak dapat digunakan sebagai alat memprediksi produktivitas, tetapi senioritas berkorelasi negatif terhadap tingkat absensi. Masa kerja seseorang karyawan di tempat kerja sebelumnya adalah alat yang baik untuk memprediksi tingkat turnover karyawan tersebut di tempat kerjanya sekarang.
  • Nimran (1997) menyebutkan bahwa meskipun hubungan senioritas-produktivitas telah diselidiki secara luas, tidak ada indikasi bahwa pekerja dengan masa kerja yang lebih lama akan lebih produktif dari mereka yang baru bekerja. Semakin lama seseorang bekerja disuatu tempat maka semakin kecil kemungkinan dia meninggalkan tempat pekerjaannya.
  • Robbins (2003) menyatakan ada hubungan positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan, dan senioritas berhubungan negatif terhadap kemangkiran. Bukti menunjukan ada hubungan positif antara masa kerja dan kepuasan.

BEBAN KERJA
  • Menurut BAKN dalam Rivai (2000) yang dimaksud beban kerja adalah jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu. Beban kerja dikelompokan atas beban kerja obyektif dan beban kerja subyektif. Beban kerja subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan tentang beban kerja yang diajukan, tentang perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja. Beban kerja obyektif adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan (Groenewegen dan Hutter, 1991).
  • Menurut Schultz dalam Rivai (2000), beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kualitatif terjadi apabila pekerjaan yang dihadapi terlalu sulit, sedangkan beban kerja kuantitatif terjadi apabila terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan pada waktu tertentu. Kartono dalam Rivai (2000) mengatakan karyawan yang dibebani secara fisik atau psikis yang berat tidak sesuai kemampuan akan menurunkan kemampuan berprestasi.

PENINGKATAN KINERJA
  • Rosenberg (1998) dalam Caiola (2000) menyatakan bahwa: “Performance improvement is the goal or benefit of focusing on individual and organizational change and business results”, sedangkan Clark (2000) dalam Caiola (2000) mendefinisikan peningkatan kinerja sebagai: “A systemic process of discovering and analyzing human performance improment gaps, planning for future improvements in human performance, designing and developing cost-effective and ethically justifiable interventions to close performance gaps, implementing the interventions, and evaluating the financial and nonfinancial results”.

REFERENSI
  1. Algifari, 2000, Analisis Regresi, Teori, Kasus, dan Solusi, edisi 2, Jogjakarta: BPFE, hlm 61—82.
  2. Anonymous, 2003, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis Disertasi, Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
  3. Arifin, A., 2001, Koordinasi Pemrograman sebagai Upaya Peningkatan Kinerja Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas, Desertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  4. As’ad, M., 2003, Psikologi Industri, Yogyakarta: Liberty, hlm 45—64.
  5. Azwar, A., 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, edisi ke 3, Jakarta: Bina Rupa Aksara, hlm 287—321.
  6. Brata, N., W., 2004, Upaya Peningkatan Cakupan Penderita Tuberkulosis Melalui Analisis Faktor petugas Puskesmas dan Masyrakat di Kabupaten Tabanan, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  7. Brotowidjojo, M., 1988, Penulisan Karangan Ilmiah, Jakarta CV. Akademika Pressindo, hlm 166—170.
  8. Caiola, N., Sullivan, R.L., 2000, Performance Improvement: Developing a Strategy for Reproductive Health Services, http://www.jhpiego.org/, senin 17 Januari 2005, pukul: 08:15 WIB
  9. Dep.Kes., R.I, 1999, Pedoman Penanggulangan Tuberculosis, cetakan ke 4, Jakarta: Ditjen PPM-PLP, hlm 1—40.
  10. Dep.Kes., R.I, 2000, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, cetakan ke-5, Jakarta: Ditjen PPM-PLP, hlm 1—31.
  11. Dep.Kes., R.I, 1990, Pedoman Puskesmas, jilid 3, Jakarta: Dep. Kes. R.I., hlm 31—38.
  12. Dep.Kes., R.I, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, Jakarta: Dep. Kes. RI., hlm 17—21.
  13. Dep.Kes., R.I, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 128/MENKES/SK/II/2004, Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat , Jakarta: Dep. Kes. RI., hlm 5—12.
  14. Dep.Kes., R.I, 2004, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta: Dep. Kes. R.I., hlm 21—23.
  15. Dessler, G., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Prenhallindo, hlm 1—40.
  16. Fridawaty, 2002, Analisis Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di RS Haji Surabaya, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
  17. Gibson, J.L., J.M. Ivancevich, J.H. Donnelly, Jr., 1996, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta: Bina Rupa Aksara, hlm 119—275 .
  18. Gomes, F.C., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset, hlm 134—196.
  19. Gunaya, I N.D., 2004, Analisis Faktor Dominan Perawat yang Mempengaruhi Pelaksanaan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Negara, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  20. Hague, P., 1995, Merancang Kuesioner, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, hlm 115—144.
  21. Hanafi, M., 1997, Manajemen, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, hlm 337—356.
  22. Handoko, H., 1996, Manajemen, edisi 2, Yogyakarta: BPFE, hlm 251—270.
  23. Ilyas, Y., 2001, Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian, Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, hlm 66—150.
  24. Kopelman, R.E., 1998, Managing Productivity in Organization a Practical-people Oriented Prespective, New York: MC. Graw Hill Book Company, pp 3—18.
  25. Mathis, R.L., J.H. Jackson, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku 1, Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, hlm 75—114.
  26. Mathis, R.L., J.H. Jackson, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku 2, Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, hlm 89—91.
  27. McCaffery, J., M. Heerey, K. P. Bose (2003), Refining Performance Improvement Tools and Methods: lessons and Challenges, www.ispi.org.
  28. Nimran, U., 1997, Perilaku Organisasi, Surabaya: CV. Citra Media,. Hlm 9—19.
  29. Notoatmodjo, S., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, hlm 36—54.
  30. Pujiharti, Y., 2002, Analisis Faktor Organisasi Yang Berpengaruh Terhadap Motivasi dan Kinerja Bidan Petugas KIA Puskesmas Kota Malang. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
  31. Purnomo, W., 2002, Statistika & Statistika Manajemen, Surabaya: Universitas Airlangga Program Pascasarjana Program Studi S2 Administrasi Kebijakan Kesehatan.
  32. Rakhmat, J., 2004, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hlm 79—98.
  33. Robbins, S., 2003, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Indeks, hlm 45—80.
  34. Santoso, S., 2003, SPSS versi 10 Mengolah Data Statistik secara Profesional, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, hlm 285—377.
  35. Satyawan, D., S., 2003, Kinerja Bidan Di Desa Dalam Pertolongan Persalinan di Pedesaan (Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Bidan di desa Dalam Pertolongan Persalinan di Kabupaten Malang), Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  36. Siagian, S.P., 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, hlm 252—294.
  37. Singarimbun, M., 1995, Metode Penelitian Survei, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, hlm 122—146.
  38. Sudjana, 2003, Tehnik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para Peneliti, Bandung: Tarsito, hlm 145—167.
  39. Suprihanto, J., TH.A.M.Harsiwi, P.Hadi, 2003, Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara, hlm 21—54.
  40. Supriyanto, 2003, Metodologi Riset, Surabaya: Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, hlm 93—96.
  41. Thoha, M., 2003, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Cetakan ke 14, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm 203—253.
  42. Umar, H., 2003, Evaluasi Kinerja Perusahaan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 99—106.
  43. Umar, H., 2001, Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 126—138.
  44. Usmara, A., L.Dwiantara, 2004, Strategi Organisasi, Jogjakarta: Amara Books, hlm 131—142.
  45. WHO, 2001, Tuberculosis Control an Annotated Bibliography, New Delhi: World health Organization South-East Asia Regional Office, pp 5—8.
  46. Winarto, Y.T., Totok S., Ezra M.c., 2004, Karya Tulis Ilmiah Sosial, Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm 175—193.
  47. Wulandari, W., 2004, Kinerja Perawat Pada Unit BP Puskesmas di Kabupaten Lumajang, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
  48. Zainuddin, M., 2003, Metode Penelitian, Surabaya: Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, hlm 58—72.
  49. Zainun, B., 1989, Manajemen dan Motivasi, Jakarta: Balai Aksara, hlm 49—64.


Sunday, December 19, 2010

UJI RELIABILITAS KUESIONER PENELITIAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

UJI RELIABILITAS KUESIONER PENELITIAN

PENGERTIAN
  • Uji reliabilitas adalah uji untuk memastikan apakah kuesioner penelitian yang akan dipergunakan untuk mengumpulkan data variabel penelitian reliabel atau tidak. Kuesioner dikatakan reliabel jika kuesioner tersebut dilakukan pengukuran berulang, akan medapatkan hasil yang sama.

CARA PENGUJIAN RELIABILITAS KUESIONER PENELITIAN
  • Pengujian reliabilitas kuesioner dapat dilakukan secara eksternal dan internal
  • Secara eksternal cara pengujian reliabilitas kuesioner penelitian ada tiga cara:
  1. Teknik pengukuran ulang (test-retest)
  2. Teknik belah dua
  3. Teknik paralel

TEKNIK PENGUKURAN ULANG (TEST-RETEST)
  • Untuk melakukan uji reliabilitas kuesioner dengan teknik pengukuran berulang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  • Kuesioner diujicobakan sebanyak dua kali dengan responden yang sama, namun pada waktu yang berbeda
  • Selang waktu antara pengukuran pertama dan kedua sebaiknya antara 15 – 30 hari, jika kurang dari 15 hari dikuatirkan responden masih ingat terhadap jawaban yang telah diberikan, dan jika lebih dari 30 hari dikuatirkan terjadi perubahan pada fenomena yang diukur
  • Hasil pengukuran pertama dan kedua dikorelasikan dengan korelasi product moment
  • Kuesioner dikatakan reliabel, jika hasil “r” hitung lebih besar dari “r” tabel

TEKNIK BELAH DUA
  • Teknik belah dua uji reliabilitas kuesioner penelitian adalah sebagai berikut:
  1. Mengujicoba kuesioner kepada responden, kemudian dihitung validitas itemnya. Item yang valid dikumpulkan jadi satu, item yang tidak valid dibuang
  2. Membagi item yang valid menjadi dua dengan cara random, separo masuk kelompok pertama dan sepro berikutnya masuk kelompok kedua
  3. Skor untuk masing-masing kelompok ditotal, sehingga ada total kelompok pertam dan total kelompok kedua
  4. Mengkorelasikan skor total kelompok pertama dan skor total kelompok kedua dengan korelasi product moment
  5. Angka korelasi belah dua akan lebih rendah dengan angka korelasi total (tidak dibelah), untuk menghitung angka korelasi total digunalakan rumus
  6. Kuesioner dikatakan reliabel jika, angka korelasi belah dua lebih rendah dari angka korelasi total

TEKNIK PARALEL
  • Teknik ini disebut juga equivalent form atau alternatitive form, adapun langkahnya sebagai berikut:
  • Membuat dua kuesioner yang digunakan untuk mengukur aspek yang sama
  • Kedua kuesioner diberikan pada responden yang sama, kemudian dicari validitasnya
  • Untuk memnghitung reliabilitas perlu mengkorelasikan skor total dari kedua jenis kuesioner tersebut
  • Teknik korelasi yang dipakai adalah korelasi product moment
  • Kuesioner dikatakan reliabel jika nilai “r” hitung lebih besar dari “r” tabel
UJI INTERNAL
  • Secara internal, pengujian reliabilitas kuesioner dilakukan dengan mengujicoba kuesioner sekali saja, kemudian dilakukan analisis untuk memprediksi reliabilitas kuesioner tersebut. Teknik analisis yang dapat dipergunakan untuk memprediksi reliabilitas kuesioner adalah:
  1. Teknik belah dua Spearman Brown (split half)
  2. Rumus KR 20 (Kuder Richardson)
  3. Rumus KR 21 (Kuder Richardson)
  4. Analisis varians Hoyt (Anova Hoyt)
  5. Alfa Cronbach

Secara umum dapat dikatakan bahwa, uji reliabilitas kuesioner penelitian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
  1. Repeated Measured (pengukuran berulang)
  2. One shot (sekali ukur)

  • Repeated Measured (pengukuran berulang) dapat dilakukan dengan cara: test-retest, equivalent dan gabungan keduanya. Terdapat tiga pilihan korelasi untuk teknik uji ini: Korelasi produk moment dari Pearson, Kendall’s tau-b dan Spearman. Untuk menentukan kuesioner reliabel dengan cara membandingkan nilai “r” hitung dan “r” tabel, jika nilai “r” hitung lebih besar dari “r” tabel, maka kuesioner dinyatakan reliabel
  • Metode one shot dapat dilakukan dengan software SPSS, dengan interpretasi sebagai berikut: untuk keputusan kelompok, variabel dikatakan reliabel jika mempunyai koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,5 atau lebih, sedangkan untuk pengambilan keputusan individu, maka reliabilitas yang diperbolehkan adalah sebesar 0,90

REFERENSI
  1. Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta
  2. Singarimbun, 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES
  3. Pratista, 2005, Aplikasi SPSS 10.05 dalam Statistik dan Rancangan Percobaan, Bandung: Alfabeta


Saturday, December 18, 2010

UJI VALIDITAS KUESIONER PENELITIAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

UJI VALIDITAS KUESIONER PENELITIAN

PENGERTIAN
  • Uji Validitas Kuesioner Penelitian: adalah prosedur untuk memastikan apakah kuesioner yang akan dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak
  • Kuesioner yang valid berarti kuesioner yang dipergunakan untuk mengumpulkan data itu valid. Valid berarti kuesioner tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur.
  • Kuesioner ada yang sudah baku, karena telah teruji validitas dan reliabilitasnya, tetapi banyak juga yang belum baku. Jika kita menggunakan kuesioner yang sudah baku, tidak perlu dilakukan uji validitas lagi, sedangkan kuesioner yang belum baku perlu dilakukan uji validitas.
  • Kuesioner yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Kuesioner yang valid harus mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam kuesioner secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur, sedangkan kuesioner yang mempunyai validitas eksternal bila kriteria didalam kuesioner disusun berdasarkan fakta-fakta emperis yang telah ada (eksternal)
  • Validitas internal kuesioner harus memenuhi: construct validity (validitas kontruks) dan content validity (validitas isi)

Validitas konstruks adalah kerangka dari dari suatu konsep. Untuk mencari kerangka konsep dapat ditempuh dengan:
  1. Mencari definisi konsep yang dikemukakan oleh para ahli yang tertulis dalam literatur
  2. Jika dalam literatur tidak didapatkan definisi konsep yang ingin diukur, peneliti harus mendifinisikan sendiri konsep tersebut (dengan bantuan para ahli)
  3. Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang yang mempunyai karakteristik yang sama dengan responden.
  • Validitas isi kuesioner ditentukan oleh sejauh mana isi kuesioner tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Misal konsep yang mau diteliti terdiri dari tiga aspek, maka kuesioner yang dibuat harus menanyakan tentang ketiga aspek tersebut, jika hanya menanyakan satu aspek saja berarti kuesioner tersebut tidak memiliki validitas isi yang tinggi.
  • Validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan kuesioner baru dengan tolok ukur eksternal yang sudah valid, misal skala pengukur motivasi untuk berprestasi yang diciptakan oleh Mehrabian (1973) yang sudah teruji kevalidanya. Jika kita mau menciptakan kuesioner baru, maka hasil pengukurannya harus dikorelasikan dengan kuesioner yang sudah vailid dengan menggunakan uji korelasi, bila korelasinya tinggi dan signifikan berarti kuesioner yang baru memiliki validitas yang memadai.

PENGUJIAN VALIDITAS KUESIONER

PENGUJIAN VALIDITAS KONSTRUK (CONSTRUCT VALIDITY)
  • Untuk menguji validitas konstruk, maka dapat digunakan pendapat dari para ahli (judment experts). Untuk itu kuesioner yang telah dibuat berdasakan teori tertentu, dikonsultansikan kepada ahlinya (minimal tiga) untuk mendapatkan tanggapan atas kuesioner yang telah kita buat, saran para ahli dapat tanpa perbaikan, dengan perbaikan atau dirombak total
  • Setelah pengujian konstruk selesai, perlu diteruskan dengan uji coba kuesioner tersebut para populasi yang mempunyai kriteria serupa, setelah data ditabulasi maka pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis faktor, yaitu mengkorelasikan antar skor item kuesioner.

PENGUJIAN VALIDITAS ISI (CONTENT VALIDITY)
  • Pengujian validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi kuesioner dengan isi yang terdapat dalam konsep, misalkan seorang dosen memberi ujian dengan soal yang telah diajarkan berarti dosen tersebut telah memberi soal yang memenuhi validitas isi.
  • Untuk pengujian validitas konstruksi dan validitas isi dapat dilakukan dengan uji coba kuesioner tersebut pada responden yang mempunyai karakteristik sama, kemudian hasil masing-masing item kuesioner dikorelasikan dengan skor total (korelasi product moment)

PENGUJIAN VALIDITAS EKSTERNAL
  • Validitas eksternal kuesioener diuji dengan cara membandingkan antara kriteria yang ada pada kuesioner dengan fakta-fakta emperis yang terjadi di lapangan, misalkan kuesioner untuk mengukur kinerja pegawai di Puskesmas, maka kriteria kinerja yang ada pada kuesioner tersebut perlu dibandingkan dengan catatan emperis kinerja yang ada di Puskesmas, bila terdapat kesamaan antara kinerja di kuesioner dengan fakta di lapangan maka dapat dikatakan kuesioner tersebut mempunyai validitas eksternal yang tinggi.

CARA MENGUJI VALIDITAS KUESIONER
  1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur
  2. Melakukan uji coba kuesioner tersebut pada sejumlah responden, disarankan jumlah responden untuk uji coba minimal 30 responden (mendekati kurve normal)
  3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban
  4. Menghitung korelasi antara masing-masing item dalam kuesioner dengan skor total, dengan menggunakan teknik korelasi product moment

Dengan bantuan software komputer, nilai “r” masing-masing item dalam kuesioner dapat dihitung, misalkan ada 10 item kuesioner dengan hasil “r” sebagai berikut:
1 = 0,884
2 = 0,893
3 = 0,931
4 = 0,811
5 = 0,920
6 = 0,705
7 = 0,827
8 = 0,893
9 = 0,867
10 = 0,564

Angka “r” hitung dari komputer harus dibandingkan dengan “r” tabel (angka kritik)
Cara melihat angka kritik dalam tabel adalah dengan melihat baris N-2,dimana N adalah jumlah responden, misalkan jumlah responden 10 orang, maka jalur yang dilihat adalah baris 10 – 2 = 8, untuk taraf signifikansi 5 % angka kritiknya adalah 0,632 sedangkan untuk taraf signifikansi 1 % angka kritiknya adalah 0,765

CARA MENENTUKAN VALIDITAS
  • Bila kita menggunakan taraf signifikansi 5% maka angka kritisnya adalah 0,632, kemudian masing-masing “r” hitung item dalam kuesioner dibandingkan dengan “r” kritis. Item dalam kuesioner dikatakan valid jika hasil “r” hitung lebih besar dari “r” kritis
  • Berarti dari 10 item kuesioner diatas, item nomer 1 s/d 9 dinyatkan valid karena nilai ‘r’ hitung lebih besar dari nilai “r” kritis, sedang item nomer 10 dinyatakan tidak valid karena “r” hitung lebih kecil dari “r” kritis
  • Untuk item yang tidak valid, tidak dapat digunakan sebagai item kuesioner, dan harus diganti dengan item kuesioner lain yang valid. Oleh karena itu kita harus membuat item kuesioner cadangan, agar dapat digunakan kalau ada item kuesioner yang tidak valid.

REFERENSI
  1. Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta
  2. Singarimbun, 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES








Sunday, December 12, 2010

KELUARGA BERENCANA (KB) DAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK

Dr. Suparyanto, M.Kes

KELUARGA BERENCANA (KB) DAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA
  • Keluarga berencana adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2004:472).
  • Menurut WHO (World Health Organization) / Expert Committee 1970 adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk:
  1. Mendapatkan objektif tertentu.
  2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
  3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
  4. Mengatur interval diantara kehamilan.
  5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri.(Hartanto, 2003:14)

PENGERTIAN KONTRASEPSI
  • Kontrasepsi adalah alat untuk mencegah kehamilan setelah hubungan intim. Cara kontrasepsi sifatnya tidak permanen, dan memungkinkan pasangan untuk mendapatkan kembali anak apabila diinginkan (Suzilawati, 2009).
  • Menurut Wiknjosastro (2006:534) kontrasepsi adalah usaha untuk mencegah kehamilan.

CARA KERJA KONTRASEPSI
  • Pada umumnya cara kerja kontrasepsi adalah sebagai berikut:
  1. Mengusahakan agar tidak terjadi konsepsi.
  2. Melumpuhkan sperma.
  3. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.

PEMBAGIAN CARA KONTRASEPSI

  • Menurut BKKBN (2004:149) pada umumnya cara atau metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi:
1 Metode sederhana.
  • Tanpa alat atau obat: senggama terputus, pantang berkala.
  • Dengan alat atau obat: kondom, diafragma atau kap, kream, jelli dan cairan berbusa, tablet berbusa (vaginal tablet), intravagina tissue.

2 Metode kontrasepsi efektif.
  • Pil.
  • AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim).
  • Suntikan.
  • Implant (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit).

3 Metode mantap dengan cara operasi (Kontrasepsi Mantap).
  • Pada wanita, misalnya: metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi.
  • Pada pria: metode operasi pria (MOP)/vasektomi.

KELUARGA BERENCANA SUNTIK
Pengertian keluarga berencana suntik (KB Suntik)
  • Keluarga berencana suntik merupakan metode kontrasepsi yang diberikan melalui suntikan. Metode suntikan telah menjadi bagian gerakan keluarga berencana nasional serta peminatnya makin bertambah. Tingginya peminat suntikan oleh karena aman, sederhana, efektif, tidak menimbulkan gangguan dan dapat dipakai pasca persalinan (Manuaba, 2002:444).
  • Keluarga berencana suntik merupakan metode kontrasepsi efektif yaitu metode yang dalam penggunaannya mempunyai efektifitas atau tingkat kelangsungan pemakaian relatif lebih tinggi serta angka kegagalan relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan alat kontrasepsi sederhana (BKKBN, 2002:166).

JENIS KONTRASEPSI SUNTIK
  • Menurut Hartanto (2003:142) dua kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama yang sekarang banyak dipakai adalah:
1. Keluarga berencana suntik tribulanan
  • Keluarga berencana suntik merupakan metode kontrasepsi yang diberikan melalui suntikan. Metode suntikan telah menjadi bagian gerakan keluarga berencana nasional serta peminatnya makin bertambah. Tingginya peminat suntikan oleh karena aman, sederhana, efektif, tidak menimbulkan gangguan dan dapat dipakai pasca persalinan (Manuaba, 2002:444).
  • Yang termasuk dalam metode suntikan tribulanan yaitu depoprovera yang merupakan 6-alfa-medroxyprogesterone yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai efek progesteron yang kuat dan sangat efektif. Obat ini termasuk obat Depo noristerat juga termasuk dalam golongan ini (Wiknjosastro, 2006:51).
  • DMPA (Depot medroxy progesterone acetate) atau depoprovera yang diberikan tiap tiga bulan dengan dosis 150 milligram.
a.Mekanisme metode suntik keluarga berencana (KB) tribulanan yaitu:
  • Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pembentukan releasing factor dan hipotalamus.
  • Leher serviks bertambah kental, sehingga menghambat penetrasi sperma melalui serviks uteri.
  • Implantasi ovum dalam endometrium dihalangi.
  • Kecepatan transport ovum melalui tuba berubah.

b. Keuntungan metode suntik tribulanan
  • Efektifitas tinggi.
  • Sederhana pemakaiannya.
  • Cukup menyenangkan bagi akseptor (injeksi hanya 4x setahun).
  • Reversible (kesuburan dapat kembali).
  • Cocok untuk ibu-ibu yang menyusui anak.

c. Kekurangan metode Depot medroxy progesterone acetate menurut Wiknjosastro (2006:551) yaitu:
  • Sering menimbulkan perdarahan yang tidak teratur (spotting breakthrough bleeding).
  • Dapat menimbulkan amenorrhoe.
  • Berat badan yang bertambah 2,3 kilogram pada tahun pertama dan meningkat 7,5 kilogram selama enam tahun.
  • Sakit kepala.
  • Pada sistem kardiovaskuler efeknya sangat sedikit, mungkin ada sedikit peninggian dari kadar insulin dan penurunan HDL kolesterol.

2. Pengertian keluarga berencana metode suntik bulanan
  • Keluarga berencana suntik bulanan merupakan metode suntikan yang pemberiannya tiap bulan. Metode ini diberikan secara parenteral melalui suntikan intramuscular dan memberikan efek jangka panjang. Kombinasi antara progesterone dan estrogen yang menghambat ovulasi. Mekanisme lain yaitu perubahan endometrium, mucus serviks dan Tuba fallopii menghasilkan penghambatan penetrasi sperma ke dalam rahim dan mempersulit terjadinya nidasi.
a.Kelebihan metode suntik bulanan
  • Menurut Hartanto (2004:156) kelebihan kontrasepsi suntikan sekali sebulan yaitu:
  1. Menimbulkan perdarahan teratur setiap bulan.
  2. Kurang menimbulkan perdarahan bercak atau perdarahan irregular lainnya.
  3. Kurang menimbulkan amenorrhoe.
  4. Efek samping lebih cepat menghilang setelah suntikan dihentikan.

b. Kerugian metode suntik bulanan
  • Sedangkan kerugian dari kontrasepsi suntikan sekali sebulan (Hartanto, 2003:154) yaitu:
  1. Penyuntikan lebih sering.
  2. Biaya keseluruhan lebih tinggi.
  3. Kemungkinan efek samping karena estrogennya.

Efek samping metode suntik bulanan
  • Kemudian efek samping dari kontrasepsi suntikan sekali sebulan yaitu:
  1. Efek samping yang berhubungan dengan kontrasepsi oral kombinasi seperti nausea, sakit kepala, sakit pada dada, peningkatan berat badan 3 kilogram selama tahun pertama dan bertambah secara progesif selama tahun kedua.
  2. Perdarahan setelah penyuntikan pertama dapat terjadi kira-kira selama 30 hari. Lebih dari 60% wanita mendapatkan kembali siklus yang normal setelah 1 tahun. Sejumlah wanita yang menggunakan cyclofem mengalami perdarahan lebih awal atau lebih lambat dari biasanya, dan sejumlah wanita yang lain mengalami amenorrhoe, spoting atau masa perdarahan yang lebih lama dan lebih berat.
  3. Tidak ada atau sedikit efek yang berpengaruh pada kolesterol, koagulasi, fibrinolisis, fungsi platelet, tekanan darah sistolik atau diastolic, lemak atau apolipoprotein.

d. Kontra indikasi suntikan satu bulan sekali
  1. Kehamilan atau dugaan hamil.
  2. Kanker payudara
  3. Kanker saluran genital.
  4. Menderita atau pernah mempunyai gangguan tromboembolik.
  5. Penyakit pembuluh darah otak atau pembuluh jantung.
  6. Perdarahan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya.
  7. Focal migraine.
  8. Penyakit hati akut.

MEKANISME METODE SUNTIK KELUARGA BERENCANA (KB)
  • Menurut Wiknjosastro (2006:145) mekanisme metode suntikan keluarga berencana (KB) yaitu:
  1. Primer:
  • mencegah ovulasi yaitu menghalangi pengeluaran Follicel stimulating hormone (FSH).
  1. Sekunder:
  • Leher serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan barrier terhadap spermatozoa.
  • Membuat endometrium menjadi kurang baik atau tidak layak untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi.
  • Mungkin mempengaruhi kecepatan transport ovum di dalam Tuba fallopii.
  • Efektifitas keluarga berencana suntik ini sangat tinggi, angka kegagalan kurang dari 1%. World Health Organization (WHO) telah melakukan penelitian pada DMPA (Depot medroxy progesterone acetate) dengan dosis standart dengan angka kegagalan 0,7% (Hartanto, 2003:146).

KEUNTUNGAN METODE SUNTIK
  • Keuntungan metode suntik menurut Manuaba (2002:445) yaitu:
  1. Tingkat efektifitasnya tinggi.
  2. Hubungan seks dengan metode suntikan bebas.
  3. Pengawasan medis yang ringan.
  4. Dapat diberikan pasca persalinan, pasca keguguran atau pasca menstruasi.
  5. Tidak mengganggu pengeluaran laktasi dan tumbuh kembang bayi.
  6. Praktis, efektif dan aman.
  7. Tidak mempengaruhi ASI.
  8. Cocok digunakan untuk ibu menyusui.
  9. Dapat menurunkan kemungkinan anemia.

KONTRA INDIKASI METODE SUNTIK
  • Kontra indikasi metode suntikan menurut beberapa sumber dari Hartanto (2003:149), WHO menganjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi suntikan pada:
  1. Kehamilan.
  2. Karsinoma payudara.
  3. Karsinoma traktus genitalia.
  4. Perdarahan akibat kelainan ginekologi (perdarahan dari liang senggama) yang tidak diketahui penyebabnya.
  5. Penyakit jantung, hati, darah, kencing manis (penyakit metabolisme) paru berat.
  6. Terdapat tromboflebitis atau riwayat tromboflebitis.
  7. Varises berat
  • Metode suntikan ini diberikan pada hari ke 3-5 pasca persalinan, segera setelah keguguran, dan pada masa interval sebelum hari kelima haid. Tehnik penyuntikan adalah secara intramuskulus dalam, di daerah Muskulus gluteus maksimus atau deltoideus.

EFEK SAMPING METODE SUNTIK
  • Menurut BKKBN (2002:176) metode suntikan memiliki efek samping yaitu:
1. Gangguan haid.
Gejala dan keluhan.
  • Terdapat gangguan haid seperti amenorrhoe yaitu tidak dating haid pada setiap bulan selama menjadi akseptor keluarga berencana suntik tiga bulan berturut-turut. Spoting yaitu bercak-bercak perdarahan di luar haid yang terjadi selama akseptor mengikuti keluarga berencana suntik. Metroragia yaitu perdarahan yang berlebihan di luar masa haid. Menoragia yaitu datangnya darah haid yang berlebihan jumlahnya.

Pelayanan konseling.
  • Memberikan penjelasan kepada calon akseptor keluarga berencana suntik bahwa pada pemakaian suntik dapat menyebabkan gejala-gejala tersebut yang merupakan akibat dari hormonal alat kontrasepsi suntik.

Penanggulangan dan pengobatan.
  • Bila pasien ingin haid dapat diberikan keluarga berencana pil hari I sampai II masing0-masing tiga tablet. Selanjutnya hari IV 1x1 selama 4-5 hari. Bila terjadi perdarahan dapat pula diberikan preparat estrogen misalnya lynoral 2x1 sehari sampai perdarahan berhenti. Setelah berhenti dapat dilaksanakan tapering of (1x1 tablet) selama beberapa hari. Dosis dapat ditingkatkan bila perlu.

2. Depresi.
a.Gejala dan keluhan.
  • Rasa lesu, tidak bersemangat dalam kerja atau kehidupan.
b.Penanggulangan dan pengobatan.
  • Menjelaskan pada calon akseptor guna menghindari perasaan bersalah dari calon akseptor.
c.Pengobatan medis.
  • Terapi psikologis bagi yang menderita depresi. Pemberian vitamin-vitamin seperti vitamin B 60 milligram.

3. Keputihan.
a.Gejala dan keluhan.
  • Adanya cairan putih yang berlebihan yang keluar dari liang senggama dan terasa mengganggu. Berbahaya bila berbau, panas atau terasa gatal.
b.Konseling.
  • Menjelaskan bahwa pada peserta KB suntik jarang terjadi keputihan. Bila terjadi keputihan harus dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
c.Pengobatan medis.
  • Pada kasus dimana cairan berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti Extract belladonna 10 milligram 2x1 tablet, untuk mengurangi cairan tersebut.

4.Jerawat.
a.Gejala dan keluhan.
  • Timbulnya jerawat di badan atau wajah dapat disertai infeksi atau tidak.
b.Penanggulangan dan pengobatan.
  • Pemberian vitamin A dan E dengan dosis tinggi, bila disertai infeksi dapat diberikan preparat Tetracycline 25 milligram 2x1 kapsul selama 1 atau 2 minggu.

5. Perubahan libido.
a.Gejala dan keluhan.
  • Menurunnya atau meningkatnya libido akseptor, hal ini bersifat subjektif dan sulit dinilai.
b.Konseling.
  • Menjelaskan kepada pasien kemungkinan hal ini, dan sifatnya yang subjektif.

6. Perubahan berat badan.
a.Gejala dan keluhan.
  • Berat badan bertambah beberapa kilogram dalam beberapa bulan setelah pemakaian metode ini.
b.Penanggulangan.
  • Kenaikan berat badan dapat disebabkan hal-hal lain, dapat pula terjadi penurunan berat badan. Hal ini tidaklah selalu disebabkan oleh kontrasepsi metode suntikan, dan perlu diteliti dengan seksama.
c.Pengobatan medis.
  • Pengobatan diet rendah kalori dianjurkan, disertai olah raga seperti senam dan sebagainya. Bila terlalu kurus dianjurkan untuk diet tinggi kalori, bila berhasil dianjurkan untuk mengganti cara kontrasepsi non hormonal.

7. Pusing dan sakit kepala.
a.Gejala dan keluhan.
  • Rasa berputar atau sakit pada kepala yang dapat terjadi pada satu sisi, kedua sisi atau pada seluruh bagian kepala. Biasanya bersifat sementara.
b.Penanggulangan medis.
  • Pemberian anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, misalnya: acetosal 500 milligram 3x1 table/hari atau paracetamol 500 milligram.

8.Hematoma.
a.Gejala dan keluhan.
  • Warna biru dan rasa nyeri pada daerah suntikan akibat perdarahan bawah kulit.
b.Penanggulangan.
  • Menjelaskan kepada calon akseptor kemungkinan terjadi hal ini.
c.Pengobatan medis.
  • Kompres dingin pada daerah yang membiru selama dua hari, setelah itu dirubah kompres panas hingga warna biru kekuningan hilang.

KOMPLIKASI DAN CARA PENANGGULANGAN
1.Infeksi dan abces.
  • Diakibatkan pemakaian jarum suntik yang tidak suci hama.
2.Gejala dan keluhan.
  • Rasa sakit dan panas di daerah suntikan, bila terdapat abces teraba adanya benjolan yang nyeri di daerah suntikan.
3.Penanggulangan dan pengobatan.
  • Pemberian anti biotic dosis tinggi misalnya Ampicillin 500 milligram 3x1 kapsul/hari.
(Verrals,2008:196)

REFERENSI
  1. Arikunto, 2005. Prosedur penelitian dengan pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
  2. Binadiknakes, 2001. Elektromedik dan pengembangannya. Edisi No 17.
  3. BKKBN, 2002. Informasi Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: BKKBN.
  4. BKKBN, 2004. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi: Kebijakan Program dan Kegiatan tahun 2005-2009. Jakarta: BKKBN.
  5. BKKBN, 2005. Unit Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: BKKBN.
  6. Bhuono, 2005. Strategis Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yoagyakarta: Andi offset.
  7. Manuaba, 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
  8. Hartanto, 2002. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
  9. Hastono, 2008. Metode Statistik Inferensial. Jakarta: Universitas Indonesia.
  10. Mansjoer, 2003. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia.
  11. Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
  12. Nursalam, 2003. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Infomedika.
  13. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitan Ilmu Keperawatan, Edisi III . Jakarta: Salemba Medika.
  14. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2004. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  15. Soedigdo, 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta: Binarupa Aksara.
  16. Sugiyono, 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfa Beta.
  17. Varney, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4. Jakarta: EGC.
  18. Verralls, 2008. Anatomi dan Fisiologi Terapan dalam Kebidanan Edisi ke 3. Jakarta: EGC
  19. Wiknjosastro, 2006. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

DIARE MASALAH DAN PENANGGULANGANYA

Dr. Suparyanto, M.Kes

DIARE MASALAH DAN PENANGGULANGANYA

PENGERTIAN DIARE
  • Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia ke-3, diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun (Utami, 2005).
  • Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Soetjiningsih, 2004).
  • Diare atau gastroenteritis (GE) adalah suatu infeksi usus yang menyebabkan keadaan faeces bayi encer dan/atau berair, dengan frekuensi lebih dari 3 kali perhari, dan kadang disertai muntah. Muntah dapat berlangsung singkat, namun diare bisa berlanjut sampai sepuluh hari. Kondisi ini dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose, lactose), penyakit dari makanan atau kelebihan vitamin C dan biasanya disertai sakit perut, dan seringkali mual dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari (Safitri, 2006).

PENYEBAB DIARE
  • Virus (penyebab diare tersering dan umumnya karena Rotavirus) gejala : Berak-berak air (watery), berbusa, tidak ada darah lendir, berbau asam.
  • GE (Gastro enteritis atau flue perut) terbanyak karena virus.
  • Bakteri. Berak-berak dengan darah/lendir, sakit perut. Memerlukan antibioka sebagai terapi pengobatan.
  • Parasite (Giardiasis). Berak darah positif atau negatif dan lendir, sakit perut perlu antiparasite agar parasit yang ada didalam perut mati sehingga diare dapat teratasi.
  • Anak sedang terapi dengan pemakaian antibiotika. Bila diare terjadi saat anak sedang dalam pengobatan antibiotika, maka hubungi dokter anda.
  • Alergi susu formula, diare biasanya timbul beberapa menit atau jam setelah minum susu tersebut, biasanya pada alergi susu sapi dan produk-produk yang terbuat dari susu sapi.
  • Infeksi dari bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain; misalnya infeksi saluran kencing, infeksi telinga, campak dll.
  • Pengolahan makanan yang salah
  • Konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan.
  • Tumbuhnya gigi pada anak sering disertai diare. Hal ini diduga berhubungan dengan kondisi psikologis anak.
  • Kepekaan terhadap suatu makanan dalam diet. Diet yang salah misalnya mengurangi makan dan mengkonsumsi obat-obat pelangsing dapat menyebabkan diare.
  • Terlalu banyak buah, sari buah (terutama apel atau anggur) atau makan jenis pencahar lainnya.

Menurut Nelson (2003) faktor penyebab diare, antara lain :
a. Faktor infeksi
  • Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada balita. Jenis infeksi yang umumnya menyerang adalah sebagai berikut :
  1. Infeksi bakteri oleh kuman E.colly, salmonella, dan vibrio cholerae (kolera).
  2. Infeksi basil (disentri)
  3. Infeksi virus, entero virus dan adeno virus.
  4. Infeksi parasit oleh cacing (Asculis)
  5. Infeksi jamur (candidiasis)
  6. Infeksi akibat orang lain (radang tonsil dan radang tenggorokan).
b. Faktor Malabsorsi
1). Malabsorbsi karbohidrat
  • Kepekaan balita ke dalam laktobacillus ke dalam susu formula menyebabkan diare, tinja berbau sangat asam, sakit di daerah perut jika sering terkena diare maka pertumbuhan anak akan terganggu.
2). Malabsorbsi lemak
  • Dalam makanan terdapat lemak yang disebut trigliserida dengan bantuan kelenjuar limpase mengubah lemak menjadi unisel yang siap absorbinya di usus. Jika tidak ada lipase akan terjadi kerusakan mukosa usus. Diare dapat muncul karena lemak tidak terserat dengan baik.

c. Faktor makanan
  • Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang.
d. Faktor psikologis
  • Rasa takut, cemas dan tegang jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis.

Jenis Diare
Karakteristik diare :
a. Mayor (harus terdapat satu atau lebih)
  1. Feses lunak, cair atau
  2. Peningkatan frekuensi defekasi

b. Minor (mungkin terdapat)
  1. Dorongan
  2. Kram atau nyeri abdomen
  3. Frekuensi bising usus meningkat
  4. Peningkatan dalam keenceran atau volume feses. (Lynda Juall, 2006).

Empat jenis klinis diare antara lain:
  1. Diare akut bercampur air (termasuk kolera) yang berlangsung selama beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan jika tidak diberikan makan/minum
  2. Diare akut bercampur darah (disentri): bahaya utama adalah kerusakan usus halus (intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan komplikasi lain termasuk dehidrasi.
  3. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama): bahaya utama adalah malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa terjadi.
  4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor): bahaya utama adalah infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral (Safitri, 2006).

GEJALA DIARE
  • Tinja yag encer : tinja tampak seperti air cucian beras atau air tajin
  • Lebih sering buang air besar : frekuensi buang air besar meningkat sehingga mengakibatkan dehidrasi yang disertai keadaan turgor kulit menurun, mata cekung.
  • Tinja berlendir
  • Muntah : timbulnya muntah disebabkan karena asam lambung meningkat.

PENCEGAHAN DIARE
  • Diare tidak selalu dapat dicegah, tetapi resikonya dapat dikurangi :
  1. Teruskan Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
  2. Melarutkan sari buah yg diberikan kepada bayi; membatasi jumlah total pemberian sari buah (beberapa bayi dan anak kecil diketahui mengalami diare khronis akibat meminum sekitar 1 liter sari apel atau anggur setiap harinya).
  3. Menerapkan perilaku mencuci tangan dengan sabun pada saat yang tepat. Waktu yang tepat di sini menunjukkan pada aktivitas berkontak langsung dengan benda-benda yang kotor.
  4. Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.
  5. Ingat untuk menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang kita makan. Juga kebersihan perabotan makan ataupun alat bermain si kecil.

PENATALAKSANAAN DIARE
a.Untuk bayi yang menyusui ASI
  1. Hentikan makanan padat
  2. Berikan cairan suplemen cairan jernih
  3. Lanjutkan menyusu ASI

b.Untuk bayi menyusu formula
  1. Hindari cairan cairan carbohidrat tinggi (mis: minuman ringan gelatin,jus jeruk, minuman berkafein,kaldu ayam atau daging)
  2. Gunakan larutan rehidrasi oral (mis: Pedialite, lytran, reselite, resol). Berikan 60-80 ml/kg selama lebih dari dua jam untuk diare ringan sampai sedang.
  3. Secara bertahap tambahan pada diet reguler (kecuali produk susu setelah 36 sampai 48 jam setelah 3 sampai 5 hari, secara bertahap tambahkan susu skim pada susu encer sampai menjadi susu kental.
  4. Secara bertahap kenalkan formula (formula encer pada formula kental)
  5. Jelaskan diet BRATT (banana, rice, aplecouce, teh dan touse) untuk mengatasi efek diare

Penatalaksanaan diare yang lain, antara lain :
  • Lakukan observasi awal penyebab diare..
  • Anak penderita diare ringan tetap dapat mengkonsumsi makanan biasa, termasuk susu. ASI tetap dapat diberikan.Jika anak terlihat kembung setelah minum susu sapi atau formula, hubungi DSA. Diskusikan kemungkinan mengganti susu. Biasanya susu yang digunakan yaitu susu free-lactose (FL). Cairan khusus (pengganti cairan tubuh) umumnya belum diperlukan pada anak penderita diare ringan.
  • Anak penderita diare sedang dapat dirawat di rumah dengan pengawasan ekstra dan petunjuk dari DSA-nya.
  • Jangan membuat sendiri cairan ini. Takaran dan kandungan dari oralit sangat kompleks.
  • Untuk diare berat dengan gejala-gejala dehidrasi berat harus diberi cairan infus.
  • Banyak minum (paling sedikit 55 cc air setiap jam) untuk menggantikan cairan yg hilang melalui diare.
  • Lanjutkan makanan padat, jika bayi sudah biasa makan makanan padat.
  • Jika ada muntah, makanan padat biasanya tidak diberikan sampai muntah ini berhenti. Tetapi tawarkan cairan yang bening (sari buah yang diencerkan atau cairan rehidrasi, jika dianjurkan oleh dokter) atau untuk anak yg sudah lebih besar, tawarkan es lilin yang dibuat dari sari buah yang diencerkan.
  • Ketika tinja mulai normal kembali, biasanya setelah dua atau tiga hari, dokter akan menganjurkan anda untuk kembali ke diet bayi yang biasanya, tetapi tetap membatasi susu dan produk susu lainnya (kecuali asi atau susu formula untuk satu atau dua hari lebih lama.
  • Pada diare yang berlangsung selama dua minggu atau lebih, pada bayi yang minum susu botol, dokter mungkin menganjurkan perubahan susu formulanya.
  • Pengobatan untuk membantu meringankan gejala :

Loperamide (“Imodium”)
  • Petunjuk penggunaan: untuk mengawali, konsumsi dua butir tablet. Kemudian gunakan satu tablet tiap kali anda buang air besar (jangan konsumsi lebih dari 8 tablet dalam jangka waktu 24 jam). Jangan berikan obat ini pada bayi, anak-anak dan wanita hamil.

Bismuth subsalicylate (“Pepto-bismol”)
  • Pentunjuk penggunaan: apabila anda menggunakan tablet, minum dua butir tablet tiap 30 menit hingga diare berkurang. Jangan mengkonsumsi lebih dari 16 tablet dalam jangka waktu 24 jam. Apabila anda menggunakan obat cair, minum 6 sendok teh (30 mls) setiap 30 menit hingga diare berkurang. Jangan mengkonsumsi obat lebih dari 8 kali dalam jangka waktu 24 jam. Jangan berikan pada bayi dan anak-anak. (Suririnah, 2007)

KRITERIA DEHIDRASI KARENA DIARE
  • Derajat dehidrasi dinilai dari tanda dan gejala yang menggambarkan kehilangan cairan tubuh. Pada tahap awal, yang ada hanya mulut kering dan rasa haus. Seiring meningkatnya dehidrasi, muncul tanda-tanda seperti: meningkatnya rasa haus, gelisah, elastisitas (turgor) kulit berkurang, membran mukosa kering, mata tampak cekung, ubun-ubun mencekung (pada bayi), dan tidak adanya air mata sekalipun menangis keras.

a. Dehidrasi minimal atau tanpa dehidrasi (kehilangan < 3% cairan tubuh)
  1. Status mental: baik, waspada 
  2. Rasa haus: minum baik, mungkin menolak cairan 
  3. Denyut nadi: normal 
  4. Kualitas kecukupan isi nadi: normal 
  5. Pernapasan: normal 
  6. Mata: normal 
  7. Air mata: ada 
  8. Mulut dan lidah: lembap (basah) 
  9. Elastisitas kulit: cepat kembali setelah dicubit 
  10. Pengisian kapiler darah: normal 
  11. Suhu lengan dan tungkai: hangat 
  12. Produksi urin: normal sampai berkurang 
b. Dehidrasi ringan sampai sedang (kehilangan 3 – 9% cairan tubuh)
  1. Status mental: normal, lesu, atau rewel 
  2. Rasa haus: haus dan ingin minum terus 
  3. Denyut nadi: normal sampai meningkat 
  4. Kecukupan isi nadi: normal sampai berkurang 
  5. Pernapasan: normal; cepat 
  6. Mata: agak cekung 
  7. Air mata: berkurang 
  8. Mulut dan lidah: kering 
  9. Elastisitas kulit: kembali sebelum 2 detik 
  10. Pengisian kapiler darah: memanjang (lama) 
  11. Suhu lengan dan tungkai: dingin 
  12. Produksi urin: berkurang 

c. Dehidrasi berat (kehilangan > 9% cairan tubuh)
  1. Status mental: lesu, sampai tidak sadar
  2. Rasa haus: minum sangat sedikit, sampai tidak bisa minum
  3. Denyut nadi: meningkat, sampai melemah pada keadaan berat
  4. Kualitas kecukupan isi nadi: lemah, sampai tidak teraba
  5. Pernapasan: dalam
  6. Mata: sangat cekung
  7. Air mata: tidak ada
  8. Mulut dan lidah: pecah-pecah
  9. Elastisitas kulit: kembali setelah 2 detik
  10. Pengisian kapiler darah: memanjang (lama), minimal
  11. Suhu lengan dan tungkai: dingin, biru
  12. Produksi urin: minimal (sangat sedikit) (Safitri, 2006)

PENANGANAN DEHIDRASI KARENA DIARE DI RUMAH
1). Pemberian makanan bayi
  • Jika ibu menyusui, ASI terus diberikan dan diberikan lebih sering. Bayi dengan susu formula boleh diberikan cairan rehidrasi oral selama 12 jam pertama, setelah itu dilanjutkan dengan pemberian susu formula lebih sedikit dari jumlah yang biasa diberikan, namun diberikan lebih sering.
2). Cairan Rehidrasi Oral (CRO)/Clear fluid
  • Anak dengan diare harus terus minum CRO atau clear fluid. CRO yang kita kenal bisanya oralit (dalam bentuk kantung sachet dengan atau tanpa rasa tambahan) atau CRO khusus anak (yang tersedia dalam kemasan botol plastik dengan aneka rasa). Cairan tersebut dapat dibeli di apotek atau toko obat, tapi bila tidak tersedia dapat diberikan CRO lain seperti yang disebutkan di bawah ini. Untuk bayi hingga usia sembilan bulan, pembuatan CRO harus menggunakan air mendidih yang telah didinginkan.

Cara membuat CRO
  1. Oralit satu sachet dilarutkan dengan dua gelas (400 ml) air
  2. CRO khusus anak (kemasan botol) siap digunakan
  3. Larutan gula satu sendok makan gula dilarutkan dengan dua gelas (200 ml) air
  4. Limun (bukan yang rendah kalori) satu gelas limun dilarutkan dgn 4 gelas (800mL) air
  5. Jus Buah satu gelas jus dilarutkan dengan empat gelas (800 ml) air

  • Perhatian : Minuman mengandung gula harus diencerkan, karena terlalu banyak gula pada bayi kecil dapat memperberat diare. (Safitri, 2006)