Saturday, March 19, 2011

KONSEP BEDAH OPERASI Menurut dr-suparyanto

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP BEDAH OPERASI

Pengertian
  • Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter, 2006)

PERKEMBANGAN OPERASI
  • Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan prosedur operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut pembedahan tanpa rawat inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-day surgery), merupakan pelayanan asuhan kesehatan yang berkembang cepat baik dari segi jumlah maupun jenis prosedur yang dilakukan.
  • Selain pembedahan dengan rawat inap tradisional dan bedah sehari, sebagian besar rumah sakit juga mempunyai program bedah pada hari yang sama (same-day surgery). Pada program bedah pada sehari yang sama, klien datang pagi hari, menjalani prosedur pembedahan dan menginap satu malam selama pemulihan sebelum klien pulang.
  • Prosedur seperti biopsy tumor dan pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi) kini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur laser. Misalnya, kolesistektomi laparoskopik atau laser hanya memerlukan waktu beberapa jam sampai 24 jam perawatan di rumah sakit dan masa pemulihan terjadi dalam 1 minggu. Sebaliknya, kolesistektomi tradisional biasanya membutuhkan waktu rawat inap di rumah sakit selama 3-5 hari dan masa pemulihan sedikitnya membutuhkan waktu selama 4 minggu. Dengan demikian, banyak ahli bedah yang lebih memilih menggunakan prosedur laser daripada prosedur pembedahan tradisional sehingga menurunkan lamanya waktu pelaksanaan operasi, rawat inap, dan biaya keseluruhannya. (Potter, 2006).

PENGKAJIAN KEPERAWATAN (Shodiq, 2009)

Pra Operatif

a. Data subyektif

1. Pengetahuan dan pengalaman terdahulu

a). Pengertian tentang bedah yang dianjurkan
  1. Tempat.
  2. Bentuk operasi yang harus dilakukan.
  3. Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat di rumah sakit, keterbatasan setelah di bedah.
  4. Kegiatan rutin sebelum operasi.
  5. Kegiatan rutin sesudah operasi.
  6. Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.

b). Pengalaman bedah terdahulu.
  1. Bentuk, sifat, roentgen.
  2. Jangka waktu.

2. Kesiapan psikologis menghadapi bedah
  1. Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang dianjurkan.
  2. Metode-metode penyesuaian yang lazim.
  3. Agama dan artinya bagi pasien.
  4. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
  5. Keluarga dan sahabat dekat: 1). Dapat dijangkau (jarak); 2). Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.
  6. Perubahan pola tidur.
  7. Peningkatan seringnya berkemih.

3. Status Fisiologi
  1. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasi-komplikasi pascabedah.
  2. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
  3. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
  4. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
  5. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
  6. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
  7. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas dari nyeri setelah operasi.

b. Data obyektif
  1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
  2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
  3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).
  4. Tinggi dan berat badan.
  5. Gejala vital.
  6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
  7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
  8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
  9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
  10. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
  11. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.

c. Masalah keperawatan yang lazim muncul :
  1. Takut.
  2. Cemas.
  3. Resiko infeksi.
  4. Resiko injury.
  5. Kurang pengetahuan.
INTRA OPERATIF

a. Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif
  • Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1. Anggota steril.
  1. Ahli bedah utama / operator
  2. Asisten ahli bedah.
  3. Scrub Nurse / Perawat Instrumen

2. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
  1. Ahli atau pelaksana anaesthesi.
  2. Perawat sirkulasi.
  3. Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).

PRINSIP TINDAKAN KEPERAWATAN SELAMA PELAKSANAAN OPERASI
  1. Persiapan psikologis pasien
  2. Pengaturan posisi
  • Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
  • Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
  1. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
  2. Umur dan ukuran tubuh pasien.
  3. Tipe anesthesia yang digunakan.
  4. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).

c). Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
  1. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
  2. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
  3. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
  4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
  5. Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.
  6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
  7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
  8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
  9. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
  10. .Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
  11. Penutupan Daerah Steril.
  12. Mempertahankan Surgical Asepsis.
  13. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh.
  14. Monitor dari Malignant Hyperthermia.
  15. Penutupan luka pembedahan.
  16. Perawatan Drainase.
  17. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.

PENGKAJIAN 

1. Sebelum dilakukan operasi
a). Pengkajian psikososial
  1. Perasaan takut / cemas.
  2. Keadaan emosi pasien

b). Pengkajian fisik
  1. Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
  2. Sistem integumentum.
  3. Pucat
  4. Sianosis
  5. Adakah penyakit kulit di area badan.
  6. Sistem kardiovaskuler: (a)Apakah ada gangguan pada sistem cardio; (b)Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung; (c)Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi; (d)Kebiasaan merokok, minum alcohol; (e)Oedema. (f)Irama dan frekuensi jantung; (g)Pucat
  7. Sistem pernafasan: (a)Apakah pasien bernafas teratur; (b)Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
  8. Sistem gastrointestinal: Apakah pasien diare ?
  9. Sistem reproduksi: Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
  10. Sistem saraf: Kesadaran ?
  11. Validasi persiapan fisik pasien: (a) Apakah pasien puas ?; (b)Lavemen ?; (c)Kapte ?; (d)Perhiasan?; (e)Make up?; (f)Scheren / cukur bulu pubis?; (g)Pakaian pasien / perlengkapan operasi?; (h)Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat?

2. Selama dilaksanakannya operasi
  • Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.

Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :

a). Pengkajian mental
  • Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.

b). Pengkajian fisik
  1. Tanda-tanda vital, (Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
  2. Transfusi, (Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
  3. Infus, (Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
  4. Pengeluaran urin, Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

3. Masalah keperawatan yang lazim muncul
  • Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
  1. Cemas.
  2. Resiko perlukaan/injury.
  3. Resiko penurunan volume cairan tubuh.
  4. Resiko infeksi.
  5. Kerusakan integritas kulit.

FASE PASCA ANAESTHESI
  • Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil.
  • Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi pulmonari
  1. Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah ke belakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek pelindung pulih.
  2. Saluran nafas buatan, Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah ke depan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction.
  3. Terapi oksigen, O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar.

2. Mempertahankan sirkulasi.
  1. Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi.
  2. Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan.

3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
  1. Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
  2. Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.

4. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan
  • Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian.
  • Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai dengan program dokter.
  • Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan.

PERAWATAN PASIEN DI RUANG PEMULIHAN/RECOVERY ROOM
  • Uraian di atas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan atau observasi di ruang pemulihan :
  1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan pembiusan umum, sedang pada pasien dengan anaesthesi regional posisi semi fowler.
  2. Pasang pengaman pada tempat tidur.
  3. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
  4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
  5. Beri O2 2,3 liter sesuai program.
  6. Observasi adanya muntah.
  7. Catat intake dan output cairan.

Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis
  1. Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau >; 150 – 160 mmHg, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
  2. HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
  3. Suhu > 38,3 OC atau kurang dari 35 OC.
  4. Meningkatnya kegelisahan pasien
  5. Tidak BAK + 8 jam post operasi.

Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
  1. Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
  2. Tanda-tanda vital harus stabil.
  3. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
  4. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
  5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.
  6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan.
  7. Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.
  8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan.
  9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima pasien tersebut.

PENGANGKUTAN PASIEN KE RUANGAN

Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
  1. Keadaan penderita serta order dokter.
  2. Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
  3. Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OPERASI

A. Pengkajian awal

1. Status Respirasi, meliputi :
  1. Kebersihan jalan nafas.
  2. Kedalaman pernafasan.
  3. Kecepatan dan sifat pernafasan.
  4. Bunyi nafas.

2. Status sirkulatori, meliputi :
  1. Nadi.
  2. Tekanan darah.
  3. Suhu.
  4. Warna kulit.

3. Status neurologis
  • Meliputi : tingkat kesadaran.

4. Balutan, meliputi :
  1. Keadaan drain.
  2. Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.

5. Kenyamanan, meliputi :
  1. Terdapat nyeri.
  2. Mual.
  3. Muntah.

6. Keselamatan, meliputi :
  1. Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
  2. Kabel panggil yang mudah dijangkau.
  3. Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.

7. Perawatan, meliputi :
  1. Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
  2. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.

8. Nyeri, meliputi :
  1. Waktu.
  2. Tempat.
  3. Frekuensi
  4. Kualitas
  5. Faktor yang memperberat / memperingan.

B. Data subyektif
  • Pasien hendaknya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah ditempatkan ditempat tidur dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung misalnya :”Bagaimana perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik, dimana tidak ada keluhan. Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.
  • Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang cukup banyak.

C. Data objektif
  1. Sistem Respiratori
  2. Status sirkulatori
  3. Tingkat Kesadaran
  4. Balutan
  5. Posisi tubuh
  6. Status Urinari / eksresi.

D. Pengkajian psikososial
  • Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.

E. Pemeriksaan laboratorium
  • Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum antara lain :
  1. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaan darah lengkap.
  2. Pemeriksaan urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufficiency ginjal.

F. Masalah keperawatan yang lazim muncul

1. Diagnosa umum
  1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
  2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
  3. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
  4. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.

2. Diagnosa tambahan
  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
  2. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
  3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
  4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
  5. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidak-seimbangan elektrolit.
  6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
  7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, lemah, nyeri, mual.
  8. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
  2. Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogya : Rineka Cipta.
  3. Ensiklopedia, 2010. Bedah Sesar. (Online), (http://www.wikipedia.ensiklopedia.com/2010/09/01/bedah-sesar.html/diakses tanggal, 20-09-2010, jam 03.58 WIB)
  4. Hidayat Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
  5. Iqbal, 2010. Sectio Sesarea II. (Online), (http://www.Iqbalbaldctr2002.co.cc/2010/04/17/serctio-sesarea-II.html/diakses tanggal, 01-10-2010, jam 17.00 WIB)
  6. Mochtar, Rustam, 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
  7. Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  8. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
  9. Nunung, 2009. Seputar Sectio saesar. (Online), (http://www.nunung.himapid.blogspotcom/2009/08/01/seputar-sectio-saesar.html/diakses tanggal, 24-10-2010, jam 17.58 WIB)
  10. Pratiknya, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
  11. Potter, 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta EGC.
  12. Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfebeta.
  13. Santoso, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.Dr.Budhi.Santoso@ho.otsuka.co.id/2009/10/28/penyembuhan-luka.html/diakses tanggal, 30-10-2010, jam 15.40WIB)
  14. Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan denghan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
  15. Tjahyono Sigit A, 2009. Penyembuhan Bedah Caesar. (Online), (http://www.Dr.A.Sigit.Tjahyono,Sp.B,Sp.BTKV(K).detikhealth.com/2009/07/17/penyembuhan-bedah-saesar.html/diakses tanggal, 25-09-2010, jam 15.10 WIB)
  16. Yusuf, 2009. Penyembuhan Luka. (Online), (http://www.sinagayusuf.com/2009/04/19/penyembuhan-luka.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.00 WIB)
  17. Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan. (Online), (http://www.signaterdadie’s.com/2009/10/04/desinfektan.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.30 WIB)

No comments:

Post a Comment